Menperin: perlu insentif fiskal tarik investasi

30 September 2018 17:27 WIB
Menperin: perlu insentif fiskal tarik investasi
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto. (ANTARA News/ Biro Humas Kementerian Perindustrian)

Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa insentif fiskal dibutuhkan untuk menarik investasi dan memacu pertumbuhan industri.

"Insentif fiskal diperlukan dalam upaya mendorong investasi dan pertumbuhan sektor manufaktur,” kata Airlangga melalui keterangannya di Jakarta, Minggu.

Apalagi, menurutnya, gairah pelaku industri nasional untuk ekspansif sedang bagus lantaran didukung kebijakan pemerintah yang pro-bisnis.

Menperin menyampaikan beberapa insentif yang tengah ditunggu para pengusaha, antara lain adalah  "super deductible tax" dan aturan terkait Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM).

"Insentif super deductible tax akan diberikan kepada industri yang terlibat dalam program pendidikan vokasi serta melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) untuk menghasilkan inovasi,” jelasnya.

Kementerian Perindustrian telah mengusulkan skema super deductible tax kepada Kementerian Keuangan. 

Bagi industri yang melakukan pelatihan dan pendidikan vokasi akan diberikan pengurangan pajak sebesar 200 persen, sedangkan industri yang melakukan kegiatan litbang atau inovasi mendapat pemotongan pajak sebesar 300 persen.

Penerapan super deductible tax, lanjutnya, sejalan dengan inisiatif di dalam roadmap Making Indonesia 4.0.

“Artinya, pemberian fasilitas ini selain melengkapi insentif fiskal tax allowance dan tax holiday, akan mengakselerasi industri manufaktur nasional agar siap menuju revolusi industri 4.0,” paparnya.

Kemenperin juga telah mengusulkan harmonisasi skema PPn BM untuk mobil sedan dan kendaraan listrik, dengan menurunkan sampai menghapuskan tarifnya. 

Upaya ini guna mendongkrak produktivitas industri otomotif nasional supaya dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik hingga ekspor.

“Kami sedang menggenjot produksi sedan untuk memperluas pasar ekspor. Apalagi industri otomotif memang berorientasi ekspor dan prioritas dalam penerapan revolusi industri 4.0. Kami juga sedang fokus pada pengembangan produksi kendaraan listrik,” ungkapnya.

Dalam skema baru ini, perhitungan PPnBM tidak lagi berbasis tipe kendaraan, ukuran mesin, dan peranti penggerak.

Pajak akan diperhitungkan berdasarkan hasil pengujian emisi karbondioksida (CO2) dan volume silinder (ukuran mesin). Batas emisi terendah, yakni 150 gram per kilometer dan tertinggi 250 gram per kilometer. Adapun PPnBM yang berlaku 0-50 persen.

Semakin rendah emisi dan volume mesinnya, pajak yang dibayarkan semakin murah. 

Pemerintah juga akan memberikan perlakuan khusus berupa pajak yang lebih rendah untuk kendaraan komersial serta kendaraan yang masuk program emisi karbon rendah (low carbon emission vehicle/LCEV) dan kendaraan bermotor hemat bahan bakar dan harga terjangkau (KBH2). PPn BM yang berlaku 0-30 persen.

Di samping itu, Airlangga menyampaikan pemerintah akan mengeluarkan skema mini tax holiday bagi investor dengan nilai investasi di bawah Rp500 miliar. Dalam aturan itu, rencananya investor diberikan diskon Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 60 persen. 

“Insentif ini diharapkan dapat menumbuhkan sektor industri kecil dan menengah (IKM),” tuturnya.

Baca juga: Kementerian Perindustrian cari insentif pengembangan motor listrik

Baca juga: Kemenperin usulkan insentif untuk industri pengolahan susu

Baca juga: Kemenperin wacanakan insentif untuk penerapan wajib industri hijau


 

 

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2018