Pengungsi di Palu butuh makanan

1 Oktober 2018 17:52 WIB
Pengungsi di Palu butuh makanan
Warga mengambil BBM di salah satu SPBU di Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (30/9/2018). Warga terpaksa mengambil BBM dari SPBU karena sangat dibutuhkan untuk mobilisasi. Selain BBM, mereka juga membutuhkan makanan dan air bersih. (ANTARA FOTO/Rolex Malaha/pras.)

Kami kembali terjung langsung mengawal 11 unit mobil Pertamina yang mengangkut BBM menuju lokasi gempa Palu.

Gorontalo, (ANTARA News) - Kondisi Kota Palu dan Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah tiga hari pascagempa bumi dan tsunami masih miris.

Belum semua korban meninggal dunia akibat bencana alam pada Jumat (28/9) itu, dapat dievakuasi. Puluhan ribu warga harus mengungsi ke beberapa lokasi yang aman untuk mendapatkan penanganan dari pemerintah dan tim relawan, termasuk distribusi makanan, obat-obatan, hingga pakaian.

Tercatat 1.682 warga Palu yang mengungsi di halaman Markas Polda Sulteng masih bertahan di lokasi itu, meski kebutuhan logistik makin menipis.

Berdasarkan pantauan langsung wartawan Antara di halaman polda setempat, mereka mengharapkan pasokan makanan untuk memenuhi kebutuhan utama dan mendasar di pengungsian.

Koordinator lapangan medis Polda Sulteng, Mahbub Ahdar, mengakui kondisi kesehatan sejumlah pengungsi menurun karena dukungan logistik atau makanan yang belum optimal.

Bahkan, ada pasien-pasien dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Undata yang dititipkan di posko itu, hanya makan mi instan dan ubi.

Yang dibutuhkan mereka sekarang ini, makanan dan air bersih, toilet yang memadai, pampers untuk orang dewasa dan anak-anak.

Kondisi terakhir di lokasi pengungsian itu, ada lima orang meninggal di posko akibat luka-luka berat serta sakit lainnya.

Koordinator posko polda setempat, Ahmar F.N., mengungkapkan selain lima orang yang meninggal dunia, ada banyak pasien rujukan dari RSUD Undata Palu yang harus diinapkan di posko itu.

Pihak polda juga telah menyiapkan fasilitas berupa tempat dan tenda, distribusi air bersih, penerangan, serta kendaraan operasional yang sangat dibutuhkan pengungsi.

Menurut laporannya, suplai makanan ke pengungsi masih sangat kurang. Sebagian besar pengungsi berasal dari Talise, kampung nelayan, Kelurahan Tondo.

Posko itu juga membantu warga untuk mendapatkan laporan keluarganya yang masih hilang atau belum ditemukan. Berbagai tim terus melakukan evakuasi di semua lokasi terdampak gempa dan tsunami.

"Saat ini kami melihat ada pasokan bantuan makanan yang masuk, belum sempat dibagikan namun sudah diambil oleh warga lainnya," kata Ida, warga lainnya yang berada di Kota Palu.

Pada Jumat (28/9), sekitar pukul 14.00 WIB, gempa pertama kali mengguncang Kabupaten Donggala dan Kota Palu.

Gempa tersebut berkekuatan magnitudo 6 dengan kedalaman 10 kilometer. Akibat gempa itu, satu orang meninggal dunia, 10 orang luka, dan puluhan rumah rusak di Kecamatan Singaraja, Kabupaten Donggala.

Gempa kembali terjadi pukul 17.02 WIB dengan kekuatan yang lebih besar, yaitu magnitudo 7,4 dengan kedalaman yang sama, 10 kilometer, di jalur sesar Palu-Koro.

Gempa tersebut tergolong gempa dangkal dan berpotensi tsunami hingga mengakibatkan kerusakan parah di daerah tersebut, baik infrastruktur jaringan listrik, telekomunikasi, sehingga memutuskan saluran komunikasi dengan daerah tersebut.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga mencatat data sementara jumlah korban meninggal dunia akibat gempa yang disusul tsunami itu, menjadi 832 jiwa.

Kepala Pusat Informasi dan Komunikasi BNPB Sutopo pada konferensi pers di Graha BNPB Jakarta Timur, Minggu (30/9) menyebutkan korban meninggal dunia di Kota Palu tercatat 821 orang dan di Donggala 11 orang.



Kebutuhan BBM

Kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) juga menjadi sangat mendasar bagi warga di Sulawesi Tengah. Terjadi antrean yang panjang di beberapa SPBU yang tersisa di wilayah itu.

Warga yang akan menuju ke Kota Palu dari beberapa daerah tetangga, sempat berebutan membeli bensin eceran di sejumlah depot penjualan di lintas Kecamatan Tinombo Selatan hingga Kasimbar.

Ratih, salah satu warga, mengaku bahwa ia dari wilayah pantai timur akan ke Kota Palu untuk mengecek kondisi keluarganya.

Sepanjang jalan yang dilintasi, dia tidak menemukan bensin, bahkan stasiun penyalur BBM juga ditutup meski antrean pengendara yang kehabisan bahan bakar tetap terjadi.

Ia mengaku terpaksa membeli bensin eceran meski harganya mencapai Rp20 ribu hingga Rp50 ribu per liter.

"Saya khawatir di Kota Palu, tidak ada SPBU yang buka atau tidak tersedia stok bensin," ujarnya.

Warga lainnya, Umar, mengaku mendengar informasi yang beredar bahwa stok bensin kosong di wilayah Kota Palu dan sekitarnya. Padahal BBM menjadi kebutuhan utama.

Jika pun tersedia bensin di depot eceran, harganya naik mencapai Rp50 ribu per liter.

Antrean pembelian bensin eceran terjadi di sejumlah depot. Mereka rata-rata pengendara sepeda motor.

Mereka tidak hanya membeli BBM untuk mengisi tangki kendaraan, namun juga membeli untuk dibawa sebagai bekal mengantisipasi kehabisan bahan bakar.

Informasi terakhir menyebutkan 11 mobil Pertamina yang mengangkut BBM kembali dikirim menuju Kota Palu.

Kepala Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Polewali Mandar AKP Suhartono di Mamuju mengatakan personelnya diturunkan lagi untuk mengawal 11 mobil tangki BBM Pertamina menuju lokasi gempa di Palu.

"Kami kembali terjung langsung mengawal 11 unit mobil Pertamina yang mengangkut BBM menuju lokasi gempa Palu," kata dia.

Sebelumnya, aparatnya mengawal pengiriman enam mobil tangki BBM Pertamina melewati jalan darat menuju ke Kabupaten Pasangkayu. Kabupaten itu merupakan daerah di ujung utara Provinsi Sulawesi Barat yang berbatasan dengan Provinsi Sulteng.

Bantuan mobil BBM Pertamina yang mengangkut solar dan premium tersebut, untuk memenuhi kebutuhan BBM masyarakat yang mengalami bencana.*

Baca juga: Kisah Iin yang selamat dari reruntuhan RS Anuta Pura

Baca juga: Ribuan warga antre bbm di SPBU Ampibabo



 

Pewarta: Susanti Sako
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018