• Beranda
  • Berita
  • 180 hektare area Petobo dan 202 hektare area Jono Oge ambles

180 hektare area Petobo dan 202 hektare area Jono Oge ambles

4 Oktober 2018 10:25 WIB
180 hektare area Petobo dan 202 hektare area Jono Oge ambles
Foto udara kawasan tanah bergerak (likuifaksi) yang terjadi akibat gempa bumi berkekuatan 7,4 SR pada 28 September 2018 di Palu Selatan, Palu, Sulawesi Tengah, Senin (1/10/2018). ANTARA FOTO/Irwansyah Putra/ama/hp.
Jakarta (ANTARA News) - Citra satelit Pleiades dan Sentinel 2 memperlihatkan sampai 180 hektare area Petobo di Palu dan 202 hektare area Jono Oge di Kabupaten Sigi ambles akibat gempa 7,4 Skala Richter yang berpusat di timur laut Donggala pada 28 September.

Tim Tanggap Darurat Bencana Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) di Jakarta, Kamis, menyampaikan bahwa menurut interpretasi visual data dua satelit tersebut luasan area amblesan di Petobo 180 hektare dengan jumlah bangunan rusak 2.050 dan bangunan yang kemungkinan rusak 168. Sementara amblesan di Jono Oge luasnya 202 hektare dengan jumlah bangunan rusak 366 dan bangunan yang kemungkinan rusak 23.

Walau amblesan di Jono Oge lebih luas, kerusakan bangunannya lebih sedikit tetapi karena permukimannya jarang.

Data Satelit Penginderaan Jauh yang digunakan tim adalah data satelit Pleiades tanggal 6 Juli 2018, serta data satelit Sentinel 2 tanggal 17 September 2018 (sebelum gempa) dan 2 Oktober 2018 (setelah gempa).

Kepala Bidang Diseminasi Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN Priyatna mengatakan data Sentinel 2, satelit milik Uni Eropa, dapat diunduh secara bebas. Data Sentinel 2 yang memiliki resolusi spasial 10 meter digunakan untuk delineasi luas wilayah amblesan, sedang data Pleiades digunakan untuk identifikasi kerusakan bangunan.

"Kalau untuk ukuran ambles memang dari satelit tidak terdeteksi secara spesifik," katanya.

Ia mengatakan tim akan terus menyisir dan menghitung jumlah kerusakan berdasarkan data satelit penginderaan jauh dari berbagai sumber baik dari Stasiun Bumi Parepare milik LAPAN maupun dari komunitas internasional.

Baca juga: Ahli Geologi AS sebut likuifaksi Sulteng menyeramkan
Baca juga: Ratusan rumah di Petobo masih tertimbun lumpur
 

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018