Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto mengatakan penghentian upaya evakuasi korban di daerah yang terdampak likuifaksi, seperti di Balaroa sedang dirundingkan.Jenazah masih tertanam, belum diketemukan, kami koordinasi dengan pemda, tokoh masyarakat, pemuka agama dan masyarakat untuk kapan pencarian jenazah dihentikan."
"Jenazah masih tertanam, belum diketemukan, kami koordinasi dengan pemda, tokoh masyarakat, pemuka agama dan masyarakat untuk kapan pencarian jenazah dihentikan," tutur Wiranto dalam jumpa pers di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Jumat malam.
Proses evakuasi korban di Balaroa dikatakannya menemui masalah berupa alat berat tidak dapat masuk karena tanah yang lunak sehingga harus dilakukan dengan tenaga manusia.
Keterbatasan tenaga manusia diperkirakan tidak dapat menemukan seluruh jenazah yang terkubur bersama dengan rumah yang amblas.
Apabila penghentian evakuasi korban mencapai kesepakatan bersama, lokasi terdampak likuifaksi akan dijadikan makam bersama dan di atasnya akan dibangun monumen.
Menurut Wiranto, apabila korban tertanam selama tujuh hari diperkirakan tidak selamat, tetapi jasadnya harus tetap dikubur agar tidak menjadi sarang penyakit.
Untuk selanjutnya, pembangunan rumah harus dipilih di atas tanah yang stabil untuk keselamatan penghuninya.
"Presiden mewanti untuk menilai struktur tanah di mana pun agar bisa utama keselamatan membangun di struktur tanah yang benar, kalau membangun di struktur tanah salah ya seperti itu," tutur dia.
Gempa yang mengguncang Kota Palu menghancurkan bahkan menenggelamkan beberapa wilayah permukiman di antaranya Kelurahan Petobo, Perumnas Kelurahan Balaroa, sebagian Desa Sidera dan Jono Oge Kabupaten Sigi.
Sebagian besar warga kehilangan tempat tinggal dan keluarga akibat peristiwa yang terjadi pada Jumat 28 September 2018 petang itu.
Baca juga: Pemerintah siapkan 320 hektare relokasi korban gempa
Baca juga: Ahli Geologi AS sebut likuifaksi Sulteng menyeramkan
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018