"Sangat-sangat penting untuk menjamin kelangsungan generasi," kata laki-laki yang biasa disapa Kak Seto itu di Palu, Jumat.
Menurut dia, anak dengan pengalaman trauma saat bencana yang mengguncang jiwanya akan berdampak buruk pada kepribadian dan potensi yang dimiliki di masa depan kelak.
Kepribadian itu misalnya, ujar dia, kurang percaya diri, cepat marah, mudah meledak-ledak secara negatif, penuh dengan masalah, tidak bisa bekerja sama, tidak percaya pada orang, dan potensi-potensinya yang baik juga akan redup.
Seto menerangkan, bahwa anak-anak merupakan kelompok masyarakat yang paling mudah terkena trauma saat terjadi bencana, namun juga paling cepat untuk kembali pulih bila ditangani dengan tepat.
Oleh karena itu, Seto berpendapat pentingnya penanganan pemulihan trauma kepada anak pascabencana untuk membuat mereka tetap bahagia, lupa akan kesedihannya, dan membuat kondisinya menjadi normal.
Menurut dia, upaya pemulihan trauma di Indonesia saat ini masih perlu perbaikan lebih.
"Bahwa disyukuri sudah ada pemerintah, sudah turun tangan melalui Kemensos, itu Alhamdulillah. Tapi menurut saya perlu di bawah satu koordinasi," kata Seto.
Dia menyarankan sebaiknya upaya pemulihan trauma anak-anak tersebut terkoordinasi dalam satu komando. Hal itu dilakukan agar bantuan pemulihan trauma untuk anak-anak tidak terpisah-pisah, dan dilakukan dengan cara yang berbeda-beda.
Dalam penanganan pemulihan trauma anak di kejadian bencana gempa Sulawesi Tengah, Seto berpendapat, upaya tersebut telah dilaksanakan dengan baik.
"Kami mengharapkan penanganan di tempat lain juga demikian. Dan ini karena peran serta dari semua pihak, pemberdayaan semua potensi yang ada," katanya.
Baca juga: Unicef akan bantu pemulihan psikologis korban gempa-tsunami
Baca juga: PMI bantu cari keluarga yang terpisah akibat gempa-tsunami
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2018