New York (ANTARA News) - Minyak mentah berjangka relatif stabil pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), setelah naik ke tingkat tertinggi empat tahun awal pekan ini, dengan minyak mentah Brent dan minyak mentah AS mencatat kenaikan mingguan menjelang sanksi-sansi AS terhadap ekspor minyak Iran."Mereka mengambil jeda setelah aksi jual kemarin"
Minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November naik tipis 0,01 dolar AS menjadi menetap di 74,34 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Patokan global minyak mentah Brent untuk pengiriman Desember turun 0,42 dolar AS menjadi menetap di 84,16 dolar AS per barel. Pada Rabu (3/10), Brent mencapai harga tertinggi sejak akhir 2014, di 86,74 dolar AS.
"Mereka mengambil jeda setelah aksi jual kemarin," kata Andrew Lipow, presiden Lipow Oil Associates.
Keuntungan mingguan WTI adalah sekitar 1,3 persen dan Brent sekitar 1,4 persen.
Kenaikan minggu ini dibatasi oleh Arab Saudi dan Rusia yang mengatakan mereka akan meningkatkan produksi setidaknya sebagian untuk menutupi perkiraan gangguan dari Iran, produsen minyak nomor tiga OPEC, karena sanksi-sanksi AS mulai berlaku pada 4 November.
Harga minyak naik 15-20 persen sejak pertengahan Agustus, di tingkat tertinggi mereka sejak akhir 2014.
Baca juga: Pedagang bertaruh harga minyak tembus 100 dolar tahun depan
Washington ingin pemerintah-pemerintah dan perusahaan-perusahaan di seluruh dunia berhenti membeli minyak Iran, untuk menekan Teheran agar menegosiasikan kembali kesepakatan nuklir.
Putra mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman bersikeras bahwa kerajaan itu memenuhi janji untuk mengganti pasokan minyak mentah Iran yang hilang, lapor Bloomberg. Arab Saudi sekarang memproduksi sekitar 10,7 juta barel per hari (bph) dan dapat menambahkan 1,3 juta lebih lanjut "jika pasar membutuhkan itu," katanya.
Baca juga: Prospek kenaikan produksi Saudi picu harga minyak jatuh
India akan membeli sembilan juta barel minyak Iran pada November, dua sumber industri mengatakan, mengindikasikan bahwa importir minyak terbesar ketiga dunia itu akan terus membeli minyak mentah dari Republik Islam tersebut.
Banyak analis mengatakan mereka memperkirakan ekspor Iran turun sekitar satu juta barel per hari. Demikian laporan yang dikutip dari Reuters.
Bank AS Jefferies mengatakan ada cukup minyak untuk memenuhi permintaan, tetapi "kapasitas cadangan global berkurang ke tingkat terendah yang dapat kami dokumentasikan."
S&P Global Platts melihat harga menguat "sedikit" menjelang akhir tahun, kata Chris Midgely, direktur analitik S&P Global Platts, pada pertemuan puncak tahunan S&P Global Platts Analytics.
Fundamental menunjukkan harga di 70 dolar AS untuk Brent, tetapi kenyataannya terlihat di atas itu, katanya. Harga kemudian cenderung melemah pada dua kuartal pertama 2019 sebelum menguat sekitar 4 hingga 5 dolar AS per barel di paruh kedua tahun ini karena pasar mengantisipasi peraturan pengiriman bahan bakar yang berlaku pada 2020.
Perusahaan-perusahaan pengeboran AS memotong dua rig minyak dalam seminggu hingga 5 Oktober, perusahaan jasa-jasa energi General Electric Co Baker Hughes mengatakan. Peningkatan biaya dan kemacetan saluran pipa di ladang minyak terbesar negara itu telah menghambat pengeboran baru sejak Juni.
Hedge fund memotong gabungan posisi berjangka dan opsi mereka di New York dan London dengan 13.459 kontrak menjadi 333.109 kontrak dalam seminggu hingga 2 Oktober, Komisi Perdagangan Berjangka Komoditi AS (CFTC) mengatakan.
Baca juga: Akhir pekan dolar melemah setelah data kenaikan upah AS
Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018