Selain itu, muncul pula kekhawatiran bahwa yang kembali akan ditindak pihak berwenang Myanmar.
Pemerintah nasionalis Perdana Menteri Narendra Modi, yang memandang mereka sebagai orang asing, yang masuk secara gelap dan mengancam keamanan, memerintahkan warga Rohingya itu, yang tinggal di sejumlah permukiman kecil dan kumuh di sekitar negara tersebut, didata jati dirinya dan dipulangkan, demikian Reuters melaporkan.
Ketujuh pria itu ditahan di pusat penahanan di bagian timur India sejak 2012 setelah ditangkap karena masuk secara gelap dan diserahkan ke Myanmar, kata pemerintah, setelah Mahkamah Agung India menolak seruan menghentikan pemulangan tersebut.
Baca juga: Myanmar tangkap puluhan pengungsi Rohingya yang pulang
Baca juga: UNHCR: Rohingya masih terancam kekerasan dan penganiayaan di Myanmar
"Keputusan Mahkamah Agung hari ini menandai hari gelap bagi hak asasi manusia di India. Keputusan itu mematahkan tradisi yang dibanggakan India dengan memberikan perlindungan bagi yang meninggalkan negeri mereka karena pelanggaran hak asasi manusia," kata Amnesty India.
Sekitar 40.000 orang etnis Rohingya tinggal di India, menurut perkiraan pemerintah. Sebagian besar di antara mereka berada di kamp-kamp, yang telah tiba beberapa tahun lalu setelah melarikan diri dari kekerasan dan persekusi di Myanmar yang mayoritas penduduknya penganut Buddha. Myanmar menolak kewarganegaraan mereka.
Pengusiran pada Kamis menandai deportasi pertama India dan terjadi pada saat beberapa media setempat negara itu memandang orang-orang etnis Rohingya sebagai pembuat masalah, terlibat dalam kejahatan kecil hingga melakukan terorisme.
Gambar tayangan televisi menunjukkan pria-pria tersebut dengan wajah ditutup sapu tangan, keluar dari kantor polisi di Moresh, kota di perbatasan sebelum diserahkan ke pihak berwenang Myanmar.
Pejabat kepolisian dari India dan Myanmar bertukar nota yang mengatakan pria-pria tersebut dipulangkan ke "negara asal Myanmar" sementara ketujuh orang itu duduk di sebuah jalan di Moreh.
"Kami akan bawa mereka dari titik perbatasan dengan kendaraan dan menurunkan mereka 100 km dari sini, dan setelah itu tanggung jawab mereka pergi ke negara bagian Rakhine di Myanmar," kata Aung Myo, wakil direktur imigrasi di distrik perbatasan Tamu di Myanmar kepada wartawan dalam taklimat pers yang disiarkan televisi.
Ibu dari salah seorang pria itu mencemaskan nasib puteranya.
"Kami sangat khawatir," katanya, menolak untuk disebutkan jati dirinya karena takut pembalasan. Dia merasa cemas bahwa ketujuh pria itu akan dijebloskan ke penjara ketika kembali. "Kami akan berterima kasih jika pemerintah Myanmar memulangkan anak-anak kami langsung ke rumah mereka," katanya.
Editor: Boyke Soekapdjo
Pewarta: Antara
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2018