Pasar modal yang dalam dan likuid merupakan solusi untuk ketersediaan pendanaan yang masif dan jangka waktu yang panjang, sehingga ‘liquidity mismatch’ dapat teratasi karena pendanaan dapat disesuaikan dengan jangka waktu proyek infrastruktur
Nusa Dua (ANTARA News) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong pasar modal menjadi pusat sumber pendanaan pembangunan infrastruktur nasional yang lebih sesuai dengan karakter kebutuhan pembiayaan untuk jangka panjang.
“Ini telah menjadi paradigma baru yaitu menjadikan pasar modal sebagai pusat sumber pendanaan. Ini juga merupakan terobosan bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia, yang sebelumnya selalu mengandalkan sektor perbankan menjadi sumber utama pembiayaan selama beberapa dekade,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam Seminar “A New Paradigm on Infrastructure Financing” di Bali, Selasa.
Menurut Womboh, OJK akan mengarahkan pasar modal di Indonesia menjadi lebih “dalam” dan “likuid” dengan menambah berbagai instrumen pembiayaan melalui pasar modal, seperti obligasi atau sukuk, obligasi perpetual, obligasi hijau, obligasi daerah (municipal) dan obligasi Komodo, serta pembiayaan dari keuangan campuran atau “blended finance”.
“Pasar modal yang dalam dan likuid merupakan solusi untuk ketersediaan pendanaan yang masif dan jangka waktu yang panjang, sehingga ‘liquidity mismatch’ dapat teratasi karena pendanaan dapat disesuaikan dengan jangka waktu proyek infrastruktur,” katanya.
Selain produk-produk tersebut, OJK juga telah mendorong sejumlah perusahaan untuk melakukan sekuritisasi aset untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur.
Sementara untuk meningkatkan infrastruktur pasar modal, OJK telah mengeluarkan sejumlah program seperti pembangunan sistem pendaftaran elektronik, pengembangan Perusahaan Efek Daerah, dan sistem e-Bookbuilding.
Menurut Wimboh, dengan kebijakan pemerintah yang fokus pada pengembangan infrastruktur maka peran pasar modal dalam pembiayaan infrastruktur menjadi semakin penting.
Pembangunan pasar modal sama pentingnya dengan infrastruktur karena masing-masing berkontribusi pada percepatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan nasional.
Berbagai ketentuan untuk produk pasar modal yang bisa membiayai infrastruktur sudah dikeluarkan OJK, antara lain Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT) yang telah dimanfaatkan dalam pembiayaan pembangunan Soekarno – Hatta Airport Sky Train melalui RDPT Danareksa BUMN Fund 2016 Infrastruktur sebesar Rp315 miliar dan RDPT Mandiri Infrastruktur Ekuitas Transjawa sebesar Rp5 triliun untuk membangun jalan tol.
Selain itu OJK juga sudah mengeluarkan ketentuan mengenai penerbitan Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK EBA), yang antara lain juga telah dimanfaatkan dalam pembangunan jalan tol melalui KIK EBA Mandiri JSMRR01 Rp2 triliun dan KIK EBA Danareksa Indonesia Power PLN Rp4 triliun dan EBA Mandiri GIAA01 sebesar Rp2 triliun.
Khusus untuk pembangunan perumahan, OJK juga sudah mengeluarkan ketentuan mengenai Dana Investasi Real Estate (Dire), yang sudah dimanfaaatkan beberapa perusahaan pengembang seperti di Solo dan Pekanbaru.
Selain itu juga sudah dikeluarkan ketentuan mengenai Dana Investasi Infrastruktur Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (DINFRA) yang sudah digunakan dalam pembiayaan proyek Meikarta City, Dinfra Bowsprit Aoyama Commercial Fund dan DINFRA toll road MandiriJPT-001.
Baca juga: Menanti pembiayaan kreatif infrastruktur
Pewarta: Ahmad Buchori
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2018