Hal tersebut dilakukan menyusul kebijakan pemerintah melalui Kementerian Keuangan yang memutuskan untuk melakukan pengurangan sejumlah barang impor bahan baku maupun barang konsumsi, untuk mengendalikan defisit neraca transaksi berjalan.
"Sebenarnya targetnya kami kan setelah ada skala ekonomi, karena ada dorongan dari pemerintah, kami akan mempercepat studi kelayakan kami untuk melakukan assembling (perakitan)," ujar Roy saat ditemui disela-sela acara Mazda Power Drive 2018 di Jakarta, Sabtu.
Meski demikian, studi yang dimaksud Roy baru memasuki tahap awal. PT. EMI sedang melakukan diskusi dengan prinsipal di Singapura. Selain itu mereka juga akan berkomunikasi dengan pihak Mazda Motor Corporation yang berada di Jepang.
"Kami sedang mempelajari apakah memungkinkan melakukan assembling lokal di Indonesia," kata Roy.
Roy mengakui bahwa butuh waktu panjang untuk menyelesaikan studi awal ini. Sebab hal ini berkaitan dengan investasi yang bernilai besar.
PT. EMI juga belum berani melakukan pengadaan lahan untuk pembangunan pusat perakitannya sampai ada keputusan final. Dia berharap kepastian soal pembangunan pusat perakitan Mazda di Indonesia bisa dibuat secepatnya.
"Seharusnya di bawah dua tahun sudah dibuat keputusannya," kata dia.
Pada dasarnya PT. EMI mendukung kebijakan pemerintah untuk menekan impor. Hal yang bisa dilakukan PT. EMI untuk mendukung kebijakan itu saat ini adalah dengan meninjau ulang kuota impor mereka.
Mereka akan membatasi kuota impor agar tidak terlalu banyak. Roy mengatakan pihaknya hanya akan menambah kuota untuk model mobil yang laris di pasaran. Sedangkan untuk model yang kurang diminati akan dikurangi kuotanya.
"Kami akan mendukung usaha pemerintah untuk mengurangi defisit," pungkas Roy.
Seperti diwartakan sebelumnya, distributor Mazda di Indonesia, PT Eurokars Motor Indonesia (EMI), mengungkapkan bahwa Mazda berniat membangun pusat perakitan mobil di Indonesia kalau penjualan kendaraannya mencapai 15 ribu unit dalam satu tahun.
"Mereka punya rencana jika nanti mencapai penjualan setahun 15 ribu unit, mereka mungkin mulai memikirkan untuk membangun perakitan di sini," kata Presiden Direktur EMI, Roy Arman Arfandy, seusai peluncuran Mazda CX-9 di Jakarta, Kamis (1/2).
"Jadi, kalau jual 15 ribuan unit, akan buat perakitan. Kalau jualannya lebih bagus, makin cepat," katanya.
Namun mencapai angka penjualan 15ribu unit bukan hal mudah bagi Mazda, yang membukukan penjualan ritel 3.834 unit sejak Mei hingga akhir bulan Desember 2017, lebih rendah dari target 5.000 unit, setelah alih distributor merek Mazda ke EMI pada 1 Februari 2017.
Untuk itu, Roy mengatakan, setidaknya butuh 10 tahun untuk menembus angka penjualan itu kemudian merencanakan pembangunan pabrik perakitan di Indonesia.
Selain kuantitas penjualan, kata Roy, hal lain yang jadi pertimbangan dalam membangun pabrik perakitan adalah kebijakan kendaraan ramah lingkungan yang sedang dirancang pemerintah Indonesia.
"Kami masih mempertimbangkan dan menunggu kebijakan pemerintah. Lagi ada banyak kebijakan untuk memperkuat mobil bersih. Kami menunggu itu," katanya.
Ia melanjutkan, "Kami tak buru-buru buat perakitan, takutnya ada perubahan kebijakan, nantinya kami juga harus menyesuaikan."
Ia juga menekankan bahwa pabrik perakitan yang mungkin dibangun di Indonesia bukanlah untuk model kendaraan ramah lingkungan, melainkan kendaraan bermesin konvensional.
"Yang hybrid tidak akan jadi basis produksi, tapi yang konvesional bisa jadi," katanya.
Roy Arman juga mengungkapkan bahwa ASEAN, termasuk Indonesia, Thailand dan Malaysia, menjadi fokus Mazda untuk terus mengembangkan pasar.
"ASEAN adalah salah satu fokus dari Mazda untuk grow di ASEAN, saya lihat mereka fokus karena ASEAN negara-negaranya besar, penduduknya banyak," kata Roy Arman kemudian menambahkan EMI menargetkan penjualan 6.000 unit Mazda di Indonesia tahun ini.
Baca juga: Kendalikan defisit, pemerintah tekan impor yang minim ganggu pertumbuhan
Baca juga: Mazda berniat bangun pusat perakitan di Indonesia
Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2018