• Beranda
  • Berita
  • Bos-bos Silicon Valley justru larang anak mereka main medsos

Bos-bos Silicon Valley justru larang anak mereka main medsos

2 November 2018 11:58 WIB
Bos-bos Silicon Valley justru larang anak mereka main medsos
Ilustrasi "screen time" pada anak (shutterstock)
Jakarta (ANTARA News) - Bos-bos Silicon Valley melarang anak mereka main media sosial (medsos), demikian laporan MSN mengutip The Telegraph, Kamis (1/11).

Bukan hanya melarang anak-anak mereka sendiri main medsos di gawai, mereka sekarang secara hukum menetapkan bahwa para staf mereka juga harus melakukan hal yang sama, demikian menurut sebuah laporan akhir pekan lalu.

Laporan itu juga mendokumentasikan meningkatnya kontrak dengan pengasuh yang mensyaratkan bahwa anak-anak Silicon Valley tak hanya dijauhkan dari layar tapi para orang-orang dewasa yang mengasuhnya juga dilarang main gadget di hadapan anak-anak itu.

Pendiri Apple Steve Jobs adalah seleb teknologi pertama yang mengakui, pada 2011, bahwa anak-anaknya sendiri tidak menggunakan iPad buatan perusahaannya.

"Kami membatasi seberapa banyak teknologi yang digunakan anak-anak kami di rumah," kata Steve Jobs.

Pendiri Microsoft Bill Gates juga menetapkan batas waktu layar, melarang ponsel di meja dan tidak membiarkan anak-anaknya memilikinya hingga mereka berusia 14 tahun.

Sementara itu, Mark Zuckerberg memohon kepada bayi perempuannya untuk "berhenti dan mencium bunga" dalam sebuah surat terbuka untuknya dirilis tahun lalu, salah satu yang tidak menyebutkan Facebook atau internet.

Pendiri Instagram, Kevin Systrom, baru-baru ini mengungkapkan harapannya bahwa generasi berikutnya dapat menyelesaikan masalah pelecehan dan penindasan online, yang gagal dibasmi di platformnya sendiri. Bahkan, putrinya yang berusia sembilan bulan, Freya,  telah membuatnya berpikir lebih keras tentang warisannya sendiri.

Jika orang lain merasakan hal yang sama - dan benar-benar menerjemahkan kekhawatiran ini ke dalam tindakan - itu, maka bisa menjadi seismik bagi Silicon Valley.

Baca juga: Waktu berkualitas antara orangtua-anak kurangi kecanduan gawai

Baca juga: Dampak internet ancam bonus demografi


Mereka yang kini berada di posisi paling atas perusahaan teknologi itu, dulu kebanyakan adalah orang-orang yang hampir tidak lulus universitas ketika mereka memiliki ide jutaan dolar.

Sekarang mereka sudah dewasa dan punya pasangan serta anak-anak.

Mark Zuckerberg dulu masih remaja ketika dia meluncurkan Facebook - sekarang dia adalah ayah berusia 34 tahun yang sudah menikah dan punya dua orang anak.

Marissa Mayer, mantan kepala eksekutif Yahoo, belum berusia 25 tahun ketika dia menjadi karyawan nomor 20 di Google - sejak itu dia memiliki tiga anak.

Jeff Bezos berusia 30 tahun dan baru menikah ketika ia mendirikan Amazon di garasinya - ia dan istrinya sekarang adalah orangtua dari empat anak.

Meski demikian Adam Alter, seorang profesor pemasaran di New York University dan penulis buku baru tentang kecanduan teknologi mengatakan hal tersebut tak akan sampai menyebabkan krisis hati nurani karena hal itu tak akan sejalan dengan kewajiban yang mereka miliki kepada para pemegang saham mereka - untuk memaksimalkan keuntungan.

“Untuk semua keuntungan yang mereka dan anak-anak mereka nikmati — dari kekayaan hingga pendidikan — mereka tidak memercayai diri sendiri atau anak-anak mereka untuk dapat menahan pesona dari produk yang mereka promosikan," kata Alter.

Baca juga: KPAI buka layanan pengaduan anak kecanduan gadget

Baca juga: Cara atasi kecanduan gadget pada anak


Akan jadi "konyol" untuk mengharapkan mereka berubah, katanya. "Yang terbaik yang bisa kita lakukan adalah mencoba mengungkap kemunafikan ini dan menyebarkannya secara terbuka."

Salah satu sekolah yang populer di kalangan pekerja teknologi, Waldorf School of the Peninsula, berbasis di dekat kampus Google Mountain View, percaya bahwa memaparkan anak-anak pada teknologi sebelum kelas tujuh (ketika mereka berusia 12 atau 13 tahun) “dapat menghambat kemampuan mereka untuk sepenuhnya mengembangkan tubuh yang kuat, kebiasaan disiplin yang sehat dan pengendalian diri, kelancaran dengan ekspresi kreatif dan artistik serta pikiran yang fleksibel dan lincah."

Beverly Amico, dari asosiasi Sekolah Waldorf Amerika Utara, mengatakan para pemimpin teknologi mengirim anak-anak mereka ke sekolah sebagian karena menjaga anak-anak muda menjauh dari teknologi dan juga memupuk atribut yang mereka suka lihat di antara staf mereka yakni pemikiran kreatif, kepintaran, dan ketekunan.

Baca juga: Medsos tak sekadar tempat berbagi, tapi juga mendidik

Baca juga: Respons "Like" di medsos bisa buat ketagihan

Baca juga: Tips gunakan medsos saat darurat bencana

Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2018