• Beranda
  • Berita
  • Minyak Brent naik di tengah pemberlakuan sanksi AS terhadap Iran

Minyak Brent naik di tengah pemberlakuan sanksi AS terhadap Iran

6 November 2018 07:19 WIB
Minyak Brent naik di tengah pemberlakuan sanksi AS terhadap Iran
Ilustasi: kilang minyak Iran (REUTERS)

Ada beberapa keraguan bahwa sanksi-sanksi akan memiliki tekanan keras seperti yang awalnya dipikirkan oleh pasar

New York (ANTARA News) -  Harga minyak bervariasi pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), setelah jatuh selama lima hari, karena Amerika Serikat (AS) secara resmi memberlakukan sanksi-sanksi terhadap Iran tetapi memberi delapan negara keringanan sementara, yang memungkinkan mereka tetap membeli minyak dari Republik Islam itu.

Sanksi-sanksi tersebut adalah bagian dari upaya Presiden AS Donald Trump untuk mengekang program rudal dan nuklir Iran dan mengurangi pengaruhnya di Timur Tengah.

Pasar minyak telah mengantisipasi sanksi tersebut selama berbulan-bulan. Harga telah berada di bawah tekanan karena produsen utama, termasuk Arab Saudi dan Rusia, telah meningkatkan produksi mendekati tingkat rekor, sementara angka ekonomi yang lemah di China telah meragukan prospek permintaan.

Berita tentang keringanan sanksi-sanksi telah menekan harga, kata para analis.

"Ada banyak pertanyaan tentang sanksi-sanksi, tentang keringanan," kata Analis di Price Futures Group di Chicago, Phil Flynn, seperti dikutip Reuters. "Ada beberapa keraguan bahwa sanksi-sanksi akan memiliki tekanan keras seperti yang awalnya dipikirkan oleh pasar."

Minyak mentah Brent berjangka naik 34 sen AS menjadi menetap di 73,17 dolar AS per barel. Sementara kontrak berjangka minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) turun empat sen AS menjadi 63,10 dolar AS per barel.

Kedua patokan minyak telah merosot lebih dari 15 persen sejak mencapai tertinggi empat tahun pada awal Oktober. Hedge fund telah memangkas taruhan bullish pada minyak mentah ke angka terendah satu tahun.

Amerika Serikat telah memberikan pengecualian kepada China, India, Yunani, Italia, Taiwan, Jepang, Turki, dan Korea Selatan, yang memungkinkan mereka untuk sementara bisa terus membeli minyak Iran, kata Menteri Luar Negeri, Mike Pompeo, Senin. Beberapa negara adalah pelanggan teratas anggota OPEC Iran.

Trump pada Senin mengatakan, dia ingin memberlakukan sanksi-sanksi terhadap minyak Iran secara bertahap, mengutip kekhawatiran tentang guncangan di pasar energi dan menyebabkan lonjakan harga global.

Pejabat AS telah mengatakan tujuan sanksi-sanksi pada akhirnya untuk menghentikan semua ekspor minyak Iran.

Pompeo mengatakan lebih dari 20 negara telah memotong impor minyak dari Iran, mengurangi pembelian lebih dari satu juta barel per hari.

Sanksi-sanksi telah merugikan miliaran dolar Iran dalam pendapatan minyak sejak Mei, Wakil Khusus AS untuk Iran Brian Hook mengatakan kepada wartawan pada Senin (5/11).

Iran mengatakan pada Senin (5/11) akan melanggar sanksi-sanksi tersebut dan terus menjual minyak ke luar negeri.

Kementerian luar negeri China menyatakan penyesalan atas langkah AS.

Produksi gabungan dari Rusia, Amerika Serikat, dan Arab Saudi, naik di atas 33 juta barel per hari untuk pertama kalinya pada Oktober, naik 10 juta barel per hari sejak 2010, dengan ketiganya memompa minyak pada atau mendekati rekor volume.

Abu Dhabi National Oil Co berencana untuk meningkatkan kapasitas produksi minyak hingga empat juta barel per hari pada akhir 2020 dan menjadi lima juta barel per hari pada 2030, katanya pada Minggu (4/11), dari produksi sedikit di atas tiga juta barel per hari.

Data dari perusahaan analisis Kayrros menunjukkan produksi minyak mentah Iran secara luas tidak berubah pada Oktober dari September, dengan barel-barel masih mencapai pasar bersama produksi tambahan dari Arab Saudi dan Rusia.

Baca juga: Wall Street ditutup bervariasi, saham Apple dan Amazon anjlok

Baca juga: Sanksi AS terhadap Iran melunak, harga minyak terus menurun

 

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018