• Beranda
  • Berita
  • Presiden Iran: Sanksi "kejam" AS tak akan hentikan ekspor minyak Iran

Presiden Iran: Sanksi "kejam" AS tak akan hentikan ekspor minyak Iran

6 November 2018 08:21 WIB
Presiden Iran: Sanksi "kejam" AS tak akan hentikan ekspor minyak Iran
Presiden Iran Hassan Rouhani. (Bozoglu/Pool via Reuters)

kami harus membuat Amerika mengerti bahwa mereka tidak boleh menggunakan bahasa kekuatan, tekanan, atau ancaman, untuk berbicara dengan bangsa Iran yang besar

Teheran (ANTARA News) - Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan Amerika Serikat (AS) tidak akan dapat menghentikan ekspor minyak Iran.

Ia mengatakan Iran akan terus menjual minyak mentahnya di pasar internasional meski ada sanksi-sanksi AS yang "kejam".

Iran akan melanggar sanksi-sanksi yang dijatuhkan oleh Washington atas Teheran dengan cara yang "tepat", Rouhani mengatakan tidak lama setelah putaran baru sanksi-sanksi anti-Iran diberlakukan oleh AS pada Senin waktu setempat.

"Dengan bantuan rakyat, dan persatuan yang ada di masyarakat kami, kami harus membuat Amerika mengerti bahwa mereka tidak boleh menggunakan bahasa kekuatan, tekanan, atau ancaman, untuk berbicara dengan bangsa Iran yang besar. Mereka harus dihukum secepatnya dan selamanya," ujar Rouhani seperti dikutip oleh Press TV.

Para pejabat AS telah memahami bahwa mereka tidak dapat mengganti minyak Iran di pasar, katanya, menambahkan bahwa sekalipun jika mereka tidak memberikan keringanan ke beberapa negara untuk tetap memperdagangkan minyak dengan Iran. "Kami masih akan dapat menjual minyak kami dan kami memiliki kemampuan yang memadai untuk melakukan itu."

Semua sanksi-sanksi AS terhadap Iran yang telah dihapus berdasarkan kesepakatan nuklir Iran 2015 dipulihkan kembali oleh Amerika Serikat pada Jumat (2/11) dan mulai berlaku pada Senin (5/11).

Embargo AS menargetkan banyak "sektor penting" negara itu seperti energi, perkapalan, pembuatan kapal, dan keuangan.

Washington menuduh Iran mengguncang ketidakstabilan regional dan mengekspor kekerasan, yang telah dibantah oleh Teheran.

Presiden AS Donald Trump, yang mengakhiri perjanjian nuklir Iran yang menang dengan susah payah pada 8 Mei, mengatakan bahwa itu adalah "salah satu kesepakatan terburuk dan paling berat yang pernah dilakukan Amerika Serikat."

Pada Senin (5/11), Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif di akun twitter resminya mengecam penolakan AS terhadap konvensi-konvensi internasional.

"AS menentang pengadilan tinggi PBB dan Dewan Keamanan dengan menerapkan kembali sanksi-sanksi terhadap Iran yang menargetkan orang biasa," kata Zarif.

"Tapi bullying AS adalah bumerang, bukan hanya karena JCPOA (kesepakatan nuklir) penting, tetapi karena dunia tidak dapat mengizinkan Trump untuk menghancurkan tatanan global. AS, bukan Iran, terisolasi," Zarif menambahkan.

Sebelumnya  Zarif mengatakan bahwa putaran baru sanksi AS terhadap Iran telah gagal memangkas ekspor minyak Teheran ke nol.

Penarikan AS dari JCPOA multilateral pada Mei adalah "skandal" untuk Washington, katanya.

"Kita bisa melihat ... JCPOA sangat mendukung kepentingan Iran bahwa Amerika menarik diri dari skandal itu," kata Zarif kepada parlemen Iran.

Selain itu, diplomat utama Iran itu menyentuh tentang kemungkinan negosiasi antara AS dan Republik Islam dalam kondisi tertentu.

Zarif mengatakan bahwa pembicaraan dengan AS mengenai perjanjian nuklir baru tetap terbuka jika Washington mengubah pendekatannya pada kesepakatan nuklir internasional 2015, Press TV melaporkan.

Iran akan mempertimbangkan diplomasi baru jika ada "dasar untuk dialog yang bermanfaat" tentang kesepakatan nuklir Iran, kata Zarif.

Namun, pemerintah AS saat ini "tidak percaya pada diplomasi. AS percaya pada tekanan," tambahnya.

"Ini rasa saling menghormati, bukan rasa saling percaya yang merupakan persyaratan untuk memulai negosiasi," kata Zarif. Demikian laporan yang dikutip dari Xinhua.

Baca juga: Minyak Brent naik di tengah pemberlakuan sanksi AS terhadap Iran

 

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018