"Perlu suatu kolaborasi dan integrasi dari semua aktor baik lintas sektor maupun masyarakat untuk bersama-sama mengatasi ancaman kesehatan terutama terhadap penyakit infeksi yang baru muncul," kata Kepala Badan Litbang Kesehatan Kemenkes RI Siswanto di Nusa Dua, Bali, Selasa.
Dia mengatakan, hampir duapertiga penyakit infeksi yang baru muncul tersebut bersumber dari hewan atau zoonosis.
"Dalam penyakit bersumber binatang kita sudah punya satu pendekatan disebut one health. Intinya fokus tidak hanya ke manusia tapi tiga komponen yaitu manusia, hewan dan lingkungan," tambah dia.
Menurut Siswanto, hewan tersebut bisa bersifat vektor yang bertindak sebagai penular penyebab penyakit (agen) misalnya nyamuk atau juga ada yang bersifat reservoir yang dapat memindahkan penyakit dari satu sumber seperti kelelawar dan tikus.
"Karena ini sifatnya penyakit infeksi yang baru muncul maka untuk menentukan benar penyakit itu bersumber dari hewan maka harus konfirmasi laboratorium," tambah dia.
Karena itu, ujarnya, untuk menangani penyakit-penyakit infeksi yang baru muncul tersebut perlu penguatan simpul-simpul laboratorium.
Di Indonesia laboratorium rujukan infeksi berada di bawah Kemenkes. Saat ini secara umum terdapat 9.930 laboratorium pengembangan, 188 laboratorium dinkes, 2.750 laboratorium rumah sakit dan empat balai besar laboratorium kesehatan serta laboratorium rujukan nasional.
Dalam pertemuan ke-5 Global Health Security Agenda (GHSA) yang diselenggarakan di Nusa Dua, Bali pada 6-8 November 2018, salah satu yang menjadi fokus kerja sama global adalah terkait biosecurity dan biosafety.
Dalam hal penyakit infeksi baru, dikatakan Siswanto, peran biosecurity dan biosafety sangat penting terutama terkait orang yang menanganinya dan juga biosecurity laboratorium agar virus tidak keluar dari lab.
Baca juga: Menko PMK tegaskan komitmen Indonesia dukung GHSA 2024
Baca juga: Mobilisasi manusia hingga perubahan iklim bawa penyakit baru
Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2018