"Desforestasi, kerusakan hutan akibat pembalakan liar dan alih fungsi lahan ini menjadi biang keladi masalah kekeringan yang terjadi di Pulau Sumbawa, dan NTB secara umumnya," kata H Muhammad Syafrudin (HMS) di Sumbawa, Kamis.
Ia mengatakan akibat deforestasi itu, fungsi kawasan yang tadinya bisa menjaga cadangan air tanah ketika musim kemarau tiba, kini semakin jauh berkurang.
Hal ini dibuktikan dengan terus menurunnya debit air pada sejumlah kawasan mata air di hampir seluruh Pulau Sumbawa.
"Jadi masalah kekeringan ini bukan hanya soal terlambatnya musim hujan. Tapi penyebab utamanya ya karena kerusakan hutan. Kalau masalah utama ini tidak diatasi, maka satu atau dua dekade ke depan, bukan hanya pertanian yang terancam tapi masyarakat kita juga akan mengalami krisis air bersih berkepanjangan," jelasnya.
Anggota Komisi I DPR RI itu, mengungkapkan kekeringan dan krisis air bersih menjadi masalah yang selalu terjadi di sebagian besar wilayah Pulau Sumbawa, dalam beberapa tahun terakhir.
Untuk mengatasinya, kata Caleg DPR RI dari PAN ini, tidak cukup hanya dengan pendekataan instan jangka pendek seperti pasokan air bersih ke masyarakat.
"Selain `cost` operasional yang cukup besar karena distribusi air menggunakan kendaraan dan memerlukan tenaga operasional dan BBM, pendekatan itu juga tidak memberikan solusi jangka panjang," ucapnya.
Ia menilai, harus ada upaya reboisasi atau penghijauan masif dan inovatif, serta memaksimalkan lahan pekarangan untuk mengatasi masalah kekeringan di Pulau Sumbawa itu.
"Karena masalah utamanya adalah deforestasi, ya solusinya harus dengan pemulihan kawasan hutan itu sendiri. Jadi harus ada upaya yang masif untuk penghijauan, dan ada kesadaran kumulatif dari masyarakat untuk mulai memanfaatkan lahan pekarangan untuk menanam pohon," tuturnya.
Baca juga: Sembilan Kabupaten di NTB alami kekeringan
Baca juga: BPBD: 200 desa di NTB alami kekeringan
Baca juga: BNPB instruksikan BPBD bersiap hadapi kekeringan
Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018