Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan revisi Daftar Negatif Investasi (DNI) untuk mengundang masuknya modal siap dibahas dalam rapat terbatas bersama Presiden.Kita sangat butuh aliran devisa untuk masuk, jadi kondisi tetap mendesak, meskipun dolar sempat reda. Kita harus waspada dan terus progresif, karena suatu saat akan kembali tekanan itu pada rupiah.
"Kita sudah menyiapkan itu, agar dalam waktu seminggu keluar (dalam ratas)," kata Darmin seusai memimpin rapat koordinasi membahas revisi DNI, fasilitas pajak dan devisa hasil ekspor di Jakarta, Jumat malam (9/10).
Darmin mengatakan revisi DNI ini akan sepaket dengan upaya pemerintah untuk mengundang modal masuk dan memperbaiki neraca pembayaran melalui kebijakan fasilitas insentif perpajakan serta menahan devisa hasil ekspor di dalam negeri.
Dalam revisi DNI, berbagai sektor yang akan diberikan kepada investor asing guna mengundang arus modal masuk, diantaranya sektor perdagangan, komunikasi maupun pendidikan dan kebudayaan serta berbagai bidang lainnya.
Contohnya di bidang perdagangan, yang akan dibuka 100 persen sepenuhnya atau dikeluarkan dari DNI, adalah jasa distributor yang tidak terafiliasi dengan produksi, seperti dealer penjualan produk otomotif, dari sebelumnya hanya dibuka sebanyak 67 persen.
Kepala BKPM Thomas Lembong menambahkan revisi DNI, relaksasi dalam bidang pajak atau menahan devisa hasil ekspor merupakan insentif untuk memudahkan masuknya investasi maupun modal dan keuangan.
Menurut dia, perbaikan kinerja investasi yang belum tumbuh optimal dibutuhkan guna mendukung pertumbuhan ekonomi, sekaligus untuk memperbaiki neraca pembayaran dan menekan defisit transaksi berjalan.
"Kita sangat butuh aliran devisa untuk masuk, jadi kondisi tetap mendesak, meskipun dolar sempat reda. Kita harus waspada dan terus progresif, karena suatu saat akan kembali tekanan itu pada rupiah," kata Thomas.
Pemerintah telah berupaya untuk mengundang arus modal ke Indonesia, terutama ke investasi berbasis ekspor maupun subtitusi impor, salah satunya dengan membuat sistem layanan elektronik terpadu (OSS).
Meski demikian, upaya memperkuat industri dalam negeri tersebut belum membuahkan hasil untuk mengundang investasi, bahkan peringkat kemudahan berusaha Indonesia (EoDB) turun dari peringkat 72 ke 73 pada 2018.
Kinerja investasi yang dicatat oleh BKPM juga belum memperlihatkan realisasi yang menggembirakan pada triwulan III-2018, karena turun 1,6 persen dibandingkan periode sama tahun lalu, karena implementasi kebijakan yang belum optimal.
Untuk itu, pemerintah mengharapkan rencana insentif baru ini dapat mendukung neraca transaksi modal dan finansial yang selama ini masih mengalami surplus dan selalu diandalkan untuk membiayai defisit transaksi berjalan.*
Baca juga: BKPM telah ajukan revisi Daftar Negatif Investasi
Baca juga: Pelaku jasa kepelabuhanan bahas daftar negatif investasi
Pewarta: Satyagraha
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018