Panas sudah mulai terik ketika pompong, sebuah perahu motor berpenumpang 15 orang itu mulai meninggalkan dermaga kecil di pinggiran Kota Tanjung Pinang membelah lautan menuju ke Pulau Penyengat.Bagi masyarakat Melayu, sosok Raja Ali cukup terkenal, terutama karyanya Gurindam Dua Belas.
Setelah lebih kurang 20 menit menyeberangi selat, pompong menepi di dermaga, penumpang satu persatu menjejakkan kakinya di pulau yang telah menjadi saksi bisu perjalanan sebuah kerajaan Islam di kawasan Kepulauan Riau, yaitu Kerajaan Riau Lingga.
Sebagian dari penumpang pompong itu di antaranya adalah wisatawan yang sengaja datang untuk berwisata sekaligus berziarah ke makam para pembesar Kerajaan Islam tersebut.
Selepas dari gerbang selamat datang, beberapa ratus meter ke arah kiri, terdapat sebuah komplek pemakaman yang dilengkapi bangunan beton dengan cat kuning.
Pada lokasi inilah salah seorang pahlawan nasional, Raja Ali Haji seorang pujangga kerajaan yang menjadi peletak dasar Bahasa Indonesia juga dikenal sebagai pengarang Gurindam 12 dimakamkan.
Selain makam Raja Ali Haji, pada komplek ini terdapat beberapa makam pembesar kerajaan lainnya, seperti Raja Hamidah (Engku Putri) yang merupakan permaisuri Sultan Mahmud Shah III.
Pada bagian lainnya juga terdapat makam Raja Ahmad yang pernah menjabat sebagai penasehat kerajaan, Raja Abdullah YDM Riau Lingga IX dan Raja Aisyah yang merupakan seorang permaisuri.
Makam Raja Ali Haji sendiri berada pada bangunan terpisah dari bangunan utama yang merupakan tempat keberadaan Makam Raja Hamidah, makamnya berada di bagian luar pada bangunan tanpa dinding.
Pada makam dengan mejan dibalut oleh kain berwarna kuning tersebut, bertebaran bunga-bungaan yang ditebarkan oleh beberapa peziarah, pada bagian atas makam terdapat nisan prasasti yang menuliskan nama Raja Ali Haji serta angka 1808 - 1873 yang merupakan tahun lahir dan wafatnya.
Raja Ali Haji, seorang pujangga kerajaan yang gemar menulis dan mengajar tersebut diangkat sebagai pahlawan nasional oleh Pemerintah Indonesia pada 10 November 2004 dengan gelar Bapak Bahasa.
Diberikannya penghargaan itu tidak terlepas dari kontribusinya dalam bidang bahasa yang berawal dari Bahasa Melayu sehinga menjadi bahasa nasional yang menyatukan bangsa Indonesia.
Raja Ali Haji sendiri merupakan cucu dari Raja Haji Fisabilillah, seorang berdarah Bugis yang pernah menjabat sebagai Yang Dipertuan Muda (YDM) di Kesultanan Riau Lingga.
Raja Haji Fisabilillah merupakan anak dari Opu Daeng Celak atau yang juga dikenal dengan Engku Haji, seorang bangsawan Bugis yang bermigrasi ke daerah Riau dan kemudian memperoleh kepercayaan sebagai pembantu sultan dalam urusan pemerintahan dengan gelar Yang Dipertuan Agung.
Berasal dari keturunan yang berada di lingkungan kerajaan memberikan kemudahan bagi Raja Ali Haji untuk mendapatkan pendidikan. Kedatangan ulama-ulama ke daerah ini dimanfaatkkan olehnya untuk mendalami ilmu agama serta mengembangkan kemampuan di bidang literasi.
Pada Majalah Jendela yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan kebudayaan (Kemdikbud) RI, disebutkan bahwa semasa hidupnya Raja Ali Haji telah melahirkan beberapa karya di berbagai bidang, seperti pada bidang pendidikan, hukum dan pemerintahan, sejarah, falsafah Melayu serta sastra dan puisi.
Selain itu, Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Kepulauan Riau juga mencatat bahwasanya Raja Ali Haji merupakan salah seorang yang termahsyur di kalangan intelektual Kerajaan Riau Lingga.
Beberapa karyanya di bidang pendidikan diantaranya adalah Kitab Bustan Al Katibin yang ditulis tahun 1850 serta kitab Pengetahuan Bahasa yang ditulis pada tahun 1858.
Tidak hanya pada bidang pendidikan dan bahasa, salah satu karyanya yang begitu dikenal adalah Gurindam Dua Belas yang ditulis pada tahun 1847, sebuah gubahan puisi tentang falsafah Melayu yang bersumber pada ajaran Islam.
Keberadaan sosok Raja Ali Haji inilah yang kemudian menjadi salah satu daya tarik bagi wisatawan untuk datang ke Pulau Penyengat, selain untuk menyaksikan beberapa peningalan sejarah Kerajaan Riau Lingga, mereka juga datang untuk berziarah.
"Bagi masyarakat Melayu, sosok Raja Ali cukup terkenal, terutama karyanya Gurindam Dua Belas," kata salah seorang pengunjung, Amri yang datang dari Kota Tanjung Pinang bersama keluarganya.
Bagi Amri, sosok Raja Ali Haji menjadi kebangaan tersendiri, sebab kontribusinya terhadap Indonesia sangat nyata, buktinya dengan adanya Bahasa Indonesia yang berawal dari Bahasa Melayu.
Sambil mengabadikan beberapa foto, ia menyebutkan dalam kunjungan tersebut ia sekaligus memberikan pemahaman kepada kedua anaknya tentang sosok Raja Ali Haji sebagai pahlawan nasional yang berasal dari daerahnya.
Pengunjung lain, Ridho yang juga datang berkunjung ke makam Raja Ali Haji menyebutkan baru mengetahui bahwa Raja Ali Haji merupakan seorang yang cukup berpengaruh di dalam Bahasa Indonesia.
Ia menuturkan, selama ini ia hanya sebatas mengetahui bahwa Raja Ali Haji adalah seorang pahlawan nasional yang berasal dari Kepulaun Riau, seperti Raja Haji Fisabilillah.
"Setelah mendengar penjelasan dari juru pelihara komplek pemakaman ini, saya baru mengetahui bahwa ternyata Raja Ali Haji adalah pahlawan nasional di bidang bahasa," tuturnya.
Kunjungan ke komplek makam Raja Ali Haji tidak hanya berasal dari wisatawan lokal, akan tetapi juga dari negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura.
Juru Pelihara komplek pemakaman tersebut, Desmi santosa mengatakan selain untuk berwisata, pengunjung juga menyempatkan diri untuk berziarah dan berdoa di makam Raja Ali Haji maupun makam Raja Hamidah.
Menurut pria paruh baya tersebut, pada umumnya setiap pengunjung yang datang sudah mengetahui siapa sosok Raja Ali Haji, akan tetapi juga ada beberapa orang yang tidak terlalu tahu sehingga ia harus menjelaskan kepada mereka.
"Pada umumnya mereka sudah mengenali sosok beliau, jika tidak maka saya akan menjelaskan tentang siapa sosok Raja Ali Haji sebenarnya," katanya*.
Baca juga: Gurindam Dua Belas, warisan nasihat dari Pulau Penyengat
Baca juga: Khazanah bahasa pra-Indonesia
Pewarta: Syahrul Rahmat
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018