Apalagi, berdasarkan data dari laman berita www.theguardian.com, diperkirakan bahwa lebih dari 1 miliar orang di seluruh dunia yang telah hidup di permukiman informal yang tidak layak, termasuk di dalamnya mereka yang tidak memiliki tempat tinggal tetap.
Penyebab dari semakin banyaknya tunawisma di dunia adalah karena begitu banyaknya spekulan yang bermain di ranah sektor properti.
Dengan demikian, perumahan, baik itu rumah tapak maupun rumah bertingkat atau apartemen, hanya dilihat sebagai alat untuk mencapai keuntungan uang.
Semakin banyaknya spekulan properti membuat harga rumah semakin melesat, sehingga warga biasa, terutama masyarakat berpenghasilan rendah, semakin pesimistis untuk bisa mendapatkan rumah karena harga yang setiap saat selalu melambung.
Pemerintah Indonesia, di bawah arahan Presiden Joko Widodo, memiliki konsep pembangunan Satu Juta Rumah dengan harga yang terjangkau guna mengatasi permasalahan "backlog" atau kekurangan perumahan di Tanah Air.
Konsep tersebut juga dilengkapi dengan berbagai "senjata" lainnya, seperti Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) bagi masyarakat berpenghasilan rendah, hingga yang terbaru adalah program Tabungan Perumahan Rakyat.
Program yang lebih dikenal dengan singkatannya Tapera itu merupakan salah satu andalan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Perlancar pembiayaan
Plt Dirjen Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR Khalawi dalam diskusi di Jakarta, beberapa waktu lalu, meyakini bahwa Tapera bakal memperlancar pembiayaan perumahan jangka panjang di Nusantara.
Dalam kata sambutan yang membuka diskusi tersebut, Khalawi mengutarakan harapannya bila telah dioperasionalkan, maka Tapera akan mewujudkan impian terutama bagi masyarakat yang tidak berpenghasilan tetap, agar mereka dapat memiliki rumah.
Dia mengutarakan bahwa program Tapera tersebut sebenarnya merupakan inovasi, karena bila hanya mengharapkan bantuan alokasi anggaran dari pemerintah tidak akan mencukupi sehingga pihaknya juga selalu mencari terobosan.
Ia mengemukakan ada tiga hal yang akan dilaksanakan melalui Tapera yaitu untuk pemanfaatan, pemupukan, dan pencadangan.
Sementara itu, Direktur Pendayagunaan Sumber Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR Adang Sutara menuturkan Tapera adalah bentuk penyimpanan yang dilakukan oleh peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu untuk digunakan dalam pembiayaan perumahan bagi masyarakat luas.
Ada tiga asas yang melandasinya, yaitu asas kegotongroyongan, kemanfaatan, dan keadilan, sedangkan di antara ketiganya yang paling menonjol adalah kegotongroyongan.
Terkait dengan Tapera, dijelaskan pula bahwa aspek pemupukan diharapkan bisa meningkatkan simpanan para peserta saat berakhir kepesertaannya dan pencadangan adalah suatu manfaat ketika para peserta berhenti atau pensiun dari kepesertaan Tapera.
Dengan Tapera, Adang juga menginginkan agar ke depannya tingkat suku bunga KPR-nya juga bisa ditekan hingga tetap lima persen seperti program FLPP sekarang.
Badan Pengelola
Namun, agar Tapera ini dapat aktif beroperasi, sebelumnya perlu pula dibentuk Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat.
Menurut Khalawi, diharapkan pembahasan mengenai Badan Pengelola Tapera dapat segera tuntas sehingga bisa segera operasi.
Sebagaimana diketahui, sesuai dengan UU No 4 Tahun 2016 tentang Tapera, Badan Pengelola (BP) Tapera bakal dipimpin oleh satu komisioner dan maksimal diperkirakan memiliki empat deputi komisioner.
Empat deputi itu diperkirakan terdiri atas bidang pengerahan, pemungutan, pemupukan, serta administrasi dan hukum. Awalnya ditargetkan bahwa BP Tapera juga akan beroperasi sejak pertengahan tahun 2018.
Senada dengan Khalawi, Adang juga mengungkapkan bahwa awalnya diharapkan BP Tapera sudah terbentuk pada tahun 2018, namun hingga kini ternayata masih berproses, sehingga diharapkan pada 2019 mendatang sudah dapat beroperasi.
Diharapkan sejak para komisioner ditetapkan presiden, mereka dapat langsung bekerja seperti menentukan mekanisme terkait dengan bank kustodian dan manajer investasi.
Kementerian PUPR juga sudah mempersiapkan semacam unit pendukung komite BP Tapera, sehingga harapannya, setelah komisioner dilantik sudah bisa diserahkan ke BP Tapera, sehingga mereka tidak harus bekerja dari nol.
Tidak heran bila Khalawi juga menyatakan optimistisnya bahwa Tapera juga akan membuat target program Satu Juta Rumah bisa terlampaui dan akan lebih cepat.
Teknologi membantu
Sebelumnya, Khalawi dalam sejumlah kesempatan juga pernah menyatakan bahwa teknologi Rumah Instan Sederhana Sehat (RISHA) bisa membantu mewujudkan Program Satu Juta Rumah.
Khalawi menyatakan bahwa pihaknya telah menawarkan teknologi Risha kepada para pengembang perumahan.
Menurut dia, adanya teknologi Risha ini akan mempermudah dan mempercepat pembangunan rumah dan yang penting adalah tahan gempa.
Selain itu, teknologi ini dinilai sangat mudah untuk diaplikasikan, juga dapat digunakan untuk pembangunan perumahan di daerah terpencil yang sulit untuk menemukan bahan material bangunan.
Sementara itu, pengamat perumahan Ruslan Prijadi menginginkan pemerintah dapat memasukkan anggaran BP Tapera ke dalam APBN, meski disadari bahwa kemampuan APBN terbatas kebutuhan perumahan sangat banyak.
Ruslan yang juga dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI itu mengingatkan sejumlah tantangan yang dihadapi Tapera antara lain dalam hal ketidaksiapan data calon pesertanya, penolakan dari pemberi kerja peserta, kurangnya dukungan dari pemda, serta persoalan tingkat keberhasilan pengerahan dana yang berpotensi rendah.
Dengan mengantisipasi berbagai permasalahan yang berpotensi muncul dengan Tapera itu, maka pemerintah juga akan semakin bisa melambungkan optimismenya untuk mengatasi permasalahan kekurangan perumahan di Nusantara.*
Baca juga: Badan Pengelola Tapera diharapkan segera beroperasi
Baca juga: PUPR: Tapera bakal wujudkan rumah bagi masyarakat berpenghasilan tidak tetap
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018