Pemimpin lembaga yang bermarkas di London, Inggris, itu mengungkapkan kekhawatiran tersebut terkait rencana pemerintah Bangladesh untuk merepatriasi pengungsi Rohingya dari Negara Bagian Rakhine, Myanmar, yang kini tinggal di penampungan di Cox's Bazar.
"Selama mereka belum diberi status kewarganegaraan yang jelas, dan pihak yang bertanggung jawab belum diadili, maka keadaan di sana masih sangat berbahaya untuk mereka datangi kembali. Mereka membutuhkan perlindungan," ujarnya seusai diskusi panel bertajuk "Ungkap Fakta Pelanggaran HAM Berat Pemerintah Myanmar atas Etnis Rohingya" di Auditorium Adhyana, Wisma Antara, Jakarta, Rabu.
Bahkan menurut dia, apabila repatriasi tersebut tetap dilakukan, hal itu akan menjadi bentuk gagalnya misi kemanusiaan.
Terhitung sejak bulan Agustus, jumlah warga etnis Rohingya yang telah meninggalkan Rakhine ke Cox's Bazar, Bangladesh, telah mencapai 725.000 jiwa.
Pada Agustus 2017, sebanyak 700.000 warga Rohingya meninggalkan Myanmar untuk menyelamatkan diri dari "Operasi Pembersihan" di Rakhine.
"Mereka mengalami trauma yang sangat berat. Mereka telah menyaksikan dengan mata mereka sendiri berbagai tindak kekerasan dan kriminal yang terjadi. Tentu tidak akan mudah bagi mereka untuk kembali ke Myanmar begitu saja," kata Win.
Ia mengaku sempat melakukan percakapan dan wawancara dengan beberapa pengungsi Rohingnya di Cox's Bazar.
"Mereka mengaku lebih baik bunuh diri daripada kembali ke Rakhine dengan kondisi saat ini. Akan menjadi keputusan yang sangat salah dan tidak etis untuk mengirim mereka kembali ke sana sekarang ini," tuturya.
Sementara itu, penundaan pemulangan etnis Rohingya juga digarisbawahi oleh perwakilan Indonesia di Komisi HAM ASEAN atau ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) Dinna Wisnu. "Agenda repatriasi itu harus ditunda sampai situasi sudah kondusif dan para pelaku telah diminta pertanggungjawaban. Kalau tidak, Myanmar akan menjadi semakin imun," ujarnya.
Baca juga: Presiden ajak ASEAN bantu atasi krisis Rohingya
Baca juga: PBB: terlalu dini untuk pulangkan Rohingya ke Myanmar
Editor: M. Irfan Ilmie
Pewarta: Aria Cindyara
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2018