• Beranda
  • Berita
  • Suku bunga pinjaman tinggi sulitkan usaha nelayan

Suku bunga pinjaman tinggi sulitkan usaha nelayan

14 November 2018 18:43 WIB
Suku bunga pinjaman tinggi sulitkan usaha nelayan
Guru Besar FPIK IPB Prof Rokhmin Dahuri (dua dari kanan) menyampaikan nelayan dan pembudidaya miskin menjadi tantangan penguatan industri maritim di Indonesia pada sesi diskusi di Kementerian PPN/Bappenas, Rabu (14/11). (ANTARA/Genta Tenri Mawangi)
Jakarta, (ANTARA News) - Ketua Penasihat Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri menyebut suku bunga pinjaman yang tinggi dapat menyulitkan nelayan mengembangkan usahanya. 

"Tantangan penguatan industri kelautan dan perikanan di Indonesia, diantaranya suku bunga pinjaman bank masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain, dan fungsi intermediasi (alokasi kredit) untuk sektor tersebut sangat rendah," tutur Rokhmin dalam sebuah sesi diskusi terkait penyusunan RPJMN 2020-2024 di Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta, Rabu. 

Ia menjelaskan, dari total alokasi kredit perbankan nasional, pinjaman yang diberikan ke sektor kelautan dan perikanan hanya mencapai sekitar 0,29 persen dari total nilai pinjaman Rp2,6 triliun. Sementara alokasi kredit tertinggi diberi ke sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 26,94 persen.

Di sisi lain, Indonesia masih menjadi negara dengan pemberi suku bunga pinjaman tertinggi, yaitu sebesar 12,6 persen, dibanding beberapa negara Asia, seperti Vietnam (8,7 persen), Thailand (6,3 persen), China (5,6 persen), Filipina (5,5 persen), dan Malaysia (4,6 persen). 

"Konsekuensinya, nelayan dari negara tersebut lebih kompetitif dibanding Indonesia," sebut Rokhmin. 

Dengan demikian, pemerintah, Bank Indonesia, dan penyedia jasa perbankan perlu memikirkan bagaimana dapat menurunkan suka bunga pinjaman sehingga ramah terhadap para nelayan dan pembudidaya skala kecil. 

Pasalnya, menurut Rokhmin, saat ini banyak nelayan yang hidup terlilit utang dengan bunga cukup tinggi. 

"Banyak nelayan meminjam uang dari para rentenir dengan bunga tinggi, sekitar 5-10 persen per bulan. Kondisi itu menjadi salah satu penyebab banyak nelayan terus terjerat kemiskinan struktural," sebut Rokhmin. 

Kemiskinan dan rendahnya literasi perbankan di kalangan nelayan dan pembudidaya, Rokhmin menyebut, merupakan tantangan yang harus dipecahkan pemerintah di tengah penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, khususnya di bidang penguatan industri kelautan dan perikanan.

Baca juga: Nelayan miskin jadi tantangan penguatan industri kelautan
Baca juga: Sistem rantai dingin jaga harga jual ikan



 

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2018