Untuk itu, tidak mengherankan bila berbagai pihak sudah berulang-ulang kali mengingatkan agar ketersediaan pasokan beras selalu dapat terus dijaga dengan baik dan benar.
Misalnya, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman menginginkan agar kebijakan pemerintah harus bisa memastikan agar pasokan beras aman hingga datangnya musim panen.
Hal itu, ujar Ilman, dikarenakan adanya musim paceklik yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia beberapa waktu lalu.
Menurut dia, musim paceklik dicemaskan akan berimbas pada mundurnya musim tanam padi di beberapa daerah di Indonesia, yang akhirnya akan menyebabkan mundurnya masa panen yang diperkirakan akan terjadi pada Februari 2019.
Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), bencana kekeringan beberapa waktu lalu melanda 11 provinsi, 111 kabupaten/kota, 888 kecamatan, dan 4.053 desa.
Sebagian besar daerah yang terkena merupakan sentra beras dan jagung, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Banten, Lampung, dan beberapa provinsi lainnya.
Untuk itu, Ilman menyatakan agar pemerintah harus bisa menjamin bahwa stok beras yang ada di Bulog masih mencukupi sehingga impor tidak perlu dilakukan hingga akhir tahun.
Namun, pasokan yang ada juga harus mencukupi hingga datangnya musim panen dengan mempertimbangkan beberapa hal tadi.
Ia juga mengemukakan bahwa agar tetap menjaga harga beras stabil dan masih dalam jangkauan masyarakat, pemerintah perlu melakukan estimasi permintaan beras dengan baik.
Apabila stok yang dimiliki Bulog sudah menipis ketika awal tahun dan mengancam kenaikan harga drastis hingga masa panen tiba, pertimbangan melakukan impor patut diperhitungkan.
Ganggu produksi
Sementara itu, pengamat pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Khudori menilai musim kemarau panjang yang salah satunya dipengaruhi fenomena El Nino dapat menganggu produksi pangan khususnya beras hingga awal 2019.
Khudori mengingatkan bahwa berkurangnya curah hujan karena kemarau tersebut bisa menganggu suplai air yang dibutuhkan oleh padi untuk tumbuh.
Apalagi, ia mengingatkan bahwa padi merupakan salah satu tanaman pangan yang membutuhkan banyak air untuk pertumbuhannya.
Kondisi tersebut, tambah dia, akan membuat sawah yang mengandalkan pengairan dari air hujan, tidak akan berproduksi dengan optimal.
Ketidakoptimalan panen tersebut juga didukung oleh rusaknya lahan sawah di daerah terdampak bencana seperti Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Tenggara yang setiap tahun menyumbang produksi beras tiga juta ton.
Melihat kondisi yang ada, Khudori ragu apabila bisa produksi beras hingga akhir tahun berpotensi mengalami surplus dan hal ini harus menjadi perhatian pemerintah.
Untuk itu, Bulog harus melakukan operasi pasar guna stabilisasi harga beras.
Namun, jika cadangan beras Bulog terus turun karena kebijakan operasi pasar, pemerintah harus mempertimbangkan untuk mengamankan kebutuhan dalam negeri melalui impor.
Saat ini, Bulog masih memiliki sisa penugasan impor beras sebesar 200 ribu ton yang dapat dikirimkan sesuai kebutuhan untuk menutupi defisit akhir tahun.
Menurut perkiraan, operasi pasar selama tiga bulan memerlukan lima ton beras tiap harinya, dengan kemungkinan sisa cadangan beras Bulog mencapai 2,2 juta ton.
Padahal, jumlah ideal cadangan beras pemerintah di Bulog adalah 2,5 juta ton atau sesuai dengan konsumsi beras satu bulan masyarakat Indonesia.
Cadangan terkikis
Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Bulog Tri Wahyudi Saleh mengakui cadangan beras Bulog mulai terkikis dengan meningkatnya jumlah beras untuk operasi pasar hingga mencapai 2.500 ton per hari.
Tri menambahkan proyeksi kebutuhan operasi pasar akan semakin besar, seiring dengan masa paceklik dan meningkatnya permintaan, khususnya di penghujung dan awal tahun.
Untuk itu, menurut dia, tidak menutup kemungkinan, Bulog akan kembali melakukan impor untuk memperkuat pasokan dalam negeri yang makin terbatas.
Data produksi beras terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan adanya ancaman defisit pasokan beras sebesar 2,53 juta ton dalam tiga bulan terakhir tahun 2018.
Hal tersebut terlihat dari produksi beras yang diperkirakan hanya mencapai 3,94 juta ton, sedangkan konsumsi masyarakat dalam tiga bulan bisa mencapai 7,45 juta ton.
Peneliti Indef Rusli Abdullah mengharapkan adanya mitigasi apabila asumsi terjadinya surplus produksi dalam negeri tidak terwujud dan produksi padi lebih rendah.
Menurut dia, masa empat bulan ke depan hingga Maret 2019 merupakan periode krusial bagi produksi padi karena El Nino berpotensi mengakibatkan intensitas hujan rendah dan menekan hasil panen.
Beras medium
Sementara itu, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo meminta pemerintah benar-benar dapat memastikan ketersediaan beras medium di tengah-tengah masyarakat di berbagai daerah agar dapat menghentikan laju kenaikan komoditas tersebut yang ditengarai sedang terjadi.
Bambang Soesatyo menyatakan bahwa fenomena kelangkaan dan kenaikan harga beras medium harus segera diatasi oleh tim ekonomi Kabinet Kerja dan Bulog.
Ia menambahkan bila kenaikan tidak diatasi maka yang dirugikan adalah kelompok masyarakat menengah bawah, karena sekitar 70 persen dari konsumsi masyarakat kelas menengah bawah adalah beras medium.
Apalagi, ia mengingatkan bahwa terutama pada tahun mendatang ketika digelarnya Pemilu 2019, isu mengenai harga kebutuhan pokok bisa menjadi sangat sensitif.
Sementara itu, mantan Menteri Pertanian Anton Apriyantono menyarankan agar Perum Bulog menurunkan stok beras simpanannya terkait pengendalian harga beras.
Menurut Anton Apriyantono, hal tersebut antara lain karena terkait harga beras medium yang pelan-pelan mulai menanjak naik. Ia berpendapat kenaikan ini seiring dengan mulai menipisnya produksi di akhir tahun.
Dengan mengantisipasi beragam hal tersebut, maka pemerintah dipastikan juga akan tetap selalu bisa memastikan ketersediaan bahan pangan pokok itu di seluruh wilayah Nusantara.*
Baca juga: INDEF: Pemerintah harus pastikan target produksi beras tercapai
Baca juga: Ketahanan pangan lebih dari ketersediaan-stabilitas pasokan
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018