• Beranda
  • Berita
  • Penyakit akibat kerja berpotensi habiskan Rp300 miliar setahun

Penyakit akibat kerja berpotensi habiskan Rp300 miliar setahun

22 November 2018 16:48 WIB
Penyakit akibat kerja berpotensi habiskan Rp300 miliar setahun
Warga mendaftar menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kantor Cabang BPJS Kesehatan Jakarta Selatan, Jumat (21/9/2018). Pemerintah melalui Kementerian Keuangan akan mengeluarkan dana cadangan APBN untuk menutupi defisit yang dialami BPJS Kesehatan sebesar Rp4,9 triliun. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/wsj.
Probolinggo (ANTARA News) - Penyakit yang diakibatkan saat bekerja memiliki potensi untuk menghabiskan pembiayaan fasilitas kesehatan sebesar Rp300 miliar dalam satu tahun.

Kepala Humas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan M Iqbal di Probolinggo, Kamis, menjelaskan angka tersebut didapat dari jumlah peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) dan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dengan asumsi pembiayaan lima penyakit akibat kerja.

"Penyakit akibat kerja itu nyeri punggung, carpal tunnel syndrom atau sering terasa kaku dan kesemutan di tangan, asma, dermatitis,  dan tuli akibat kebisingan," kata Iqbal.

Nyeri punggung bisa diakibatkan akibat terlalu lama duduk saat bekerja, carpal tunnel syndrom yang terkadang membuat nyeri di pergelangan tangan terjadi akibat penggunaan komputer. 

Sementara penyakit seperti asma, dermatitis yang menyebabkan luka di kulit, dan tuli karena kebisingan biasa terjadi pada pekerja yang bekerja di lingkungan pabrik atau industri.

Jika diakumulasikan selama empat tahun, pembiayaan penyakit akibat kerja bisa menumpuk jadi Rp1,2 triliun. 

Iqbal menjelaskan seharusnya pembiayaan penyakit akibat kerja ini tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan melainkan oleh BPJS Tenaga Kerja. 

Oleh karena itu dia menerangkan BPJS Kesehatan akan berkoordinasi dengan BPJS Ketenagakerjaan untuk mengalihkan pembiayaan tersebut agar sesuai dengan tugas pokoknya.

Iqbal menyatakan sama halnya dengan kecelakan lalu lintas yang dialami masyarakat yang seharusnya dijamin oleh Jasa Raharja, bukan BPJS Kesehatan. Hal itu dilaksanakan untuk efisiensi biaya dalam mengendalikan defisit BPJS Kesehatan.*


Baca juga: BPJS jamin pelayanan kesehatan tiap bayi baru lahir

Baca juga: JKN tak bebani pemerintah bila iuran sesuai aktuaria


 

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018