"Nabi Muhammad mampu menyatukan hati yang tercerai, suku yang terberai, dan persaudaraan yang tercerabut dalam masyarakat padang pasir. Mari umat Islam Indonesia terus meneladani Nabi dengan merekatkan semangat persaudaraan dan perdamaian untuk bangsa," kata Ahmad Syafii di Jakarta, Kamis.
Dikutip dari siaran pers, Ahmad Mufid mengatakan teladan itu sangat penting untuk merekatkan keragaman di Indonesia, membangkitkan semangat persatuan agar tidak mudah tercerai-berai terutama dari gangguan intoleransi, radikalisme, dan terorisme.
"Penting bagi umat Islam untuk mengambil spirit dari perjuangannya yang penuh kesantunan, kesederhanaan, dan kegigihan," kata Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi DKI Jakarta itu.
Yang menarik, menurut Ahmad Mufid, kebesaran Nabi Muhammad bukan disebabkan kekuatan harta benda, tahta, atau bala tentara yang dimilikinya, melainkan pada akhlak, budi pekerti, moralitas, mentalitas, dan spiritualitas.
"Nabi Muhammad tidak sedikit pun memiliki perasaan balas dendam kepada mereka-mereka yang pernah mengancamnya," kata Direktur Indonesia Institute for Society Empowerment (INSEP) ini.
Dengan kepribadian seperti itu, lanjut Ahmad Mufid, Nabi Muhammad berhasil menyatukan perbedaan suku, agama, dan latar belakang sosial lainnya serta menjadikannya sebagai kekuatan untuk membangun Madinah.
Spirit itulah, kata peneliti senior di Badan Litbang dan Diklat, Kementerian Agama, ini yang perlu diteladani umat Islam di Indonesia agar tidak mudah tercerai berai karena berbagai konflik kepentingan.
Baca juga: Pahlawan milenial itu cinta damai dan NKRI
Baca juga: DPR: Bangun narasi kebangsaan perkokoh NKRI
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018