Namun, hal tersebut juga memicu sejumlah keriuhan antara lain karena pihak yang setuju menilai bahwa kebijakan tersebut tidak berpihak kepada kepentingan pebisnis nasional, terutama para pelaku usaha yang bergerak di bidang kecil dan menengah.
Pihak-pihak yang melontarkan penilaian tersebut antara lain Ketua DPR RI Bambang Soesatyo, yang menginginkan Kebijakan Paket Ekonomi XIV dikaji lagi untuk melindungi UMKM dalam negeri.
Menurut Bambang di Jakarta, Rabu (21/11) belum terlambat bagi pemerintah untuk mengoreksi atau mencabut kembali kebijakan itu untuk menjaga masa depan para pengusaha kecil.
Malahan kebijakan paket ekonomi yang terbaru ini dinilai tidak selaras dengan visi Presiden Joko Widodo yang ingin selalu mendorong dan melindungi UMKM nasional.
Pemerintah pernah mengeluarkan kebijakan mendukung UMKM dengan mengurangi beban pajak dan bunga pinjaman menjadi hanya sekitar 0,5 persen.
Namun, kebijakan paket ekonomi XVI dinilai dapat berpotensi mengancam masa depan para pelaku usaha kecil yang seharusnya diproteksi oleh negara.
Politisi Partai Golkar itu juga mengingatkan bahwa paket ekonomi termutakhir pada saat ini juga sudah menyasar kepada sejumlah sektor strategis.
Keberpihakan
Sementara itu, Juru Bicara PKS Muda Bidang Ekonomi Pembangunan Handy Risza juga menyoroti kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terkait dengan relaksasi daftar negatif investasi yang dinilai tidak berpihak kepada UMKM dan koperasi dalam negeri.
Handy berpendapat bahwa lahirnya paket kebijakan itu akan berpengaruh besar bagi sektor UMKM dan Koperasi di Indonesia.
Kebijakan itu justru menunjukkan liberalisasi perekonomian nasional yang sedang dilakukan pemerintah, dengan semakin meminimalisir peran pengusaha lokal dalam bidang UMKM dan Koperasi.
Kondisi tersebut, menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap pengusaha lokal UMKM semakin kecil, sehingga kebijakan ini nantinya akan berdampak terhadap perkembangan UMKM.
Dengan sudut pandangnya ia khawatir kebijakan ini akan memberikan dampak bagi eksistensi pengusaha UMKM dan Koperasi lokal yang selama ini masih bisa bertahan di tengah stagnasi pertumbuhan ekonomi.
Kebijakan ekonomi ini dapat membuat keberadaan mereka (kelompok UKM dan pengusaha kecil) akan semakin terancam oleh masuknya pemodal PMDN dan PMA besar.
Untuk itu, ia menyatakan bahwa pemerintah seharusnya memberikan perlindungan dan insentif bagi pengusaha lokal UMKM dan Koperasi agar bisa tumbuh dan berkembang.
Selain itu, Handy juga mencemaskan potensi UMKM nasional yang di dalam bisnis rintisan juga akan terancam dikuasai para pemodal besar termasuk asing.
Ke depan Indonesia juga akan tetap terus menjadi konsumen terbesar di tengah-tengah penguasaan asing dalam struktur perekonomian terbesarnya, baik dilihat dari sisi kelembaganya maupun dari sisi tenaga kerja yang terlibat di dalamnya.
Tunda relaksasi
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia juga ikut meminta pemerintah menunda pelaksanaan relaksasi DNI yang masuk dalam salah satu poin utama Paket Kebijakan Ekonomi XVI.
Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan P Roeslani dalam Rapat Pengurus Terbatas Kadin Indonesia di Menara Kadin, Jakarta, Rabu (21/11), mengatakan Kadin Indonesia memahami alasan pemerintah melakukan langkah-langkah karena situasi perekonomian nasional saat ini memang membutuhkan dukungan kebijakan yang mampu mendorong pertumbuhan, terutama masalah kenaikan defisit neraca transaksi berjalan.
Rosan, menilai ada sejumlah poin yang perlu mendapat perhatian pemerintah, khususnya berkaitan dengan DNI 2018, antara lain mengenai dampaknya terhadap UMKM nasional.
IUMKM menjadi naungan bagi lebih dari 95 persen tenaga kerja nasional, sedangkan bagi perekonomian nasional, sektor UMKM menjadi salah satu motor baru yang bisa mendorong pertumbuhan lebih tinggi.
Oleh sebab itu, kebijakan yang berkaitan dengan sektor UMKM perlu dipertimbangkan secara matang, termasuk dalam kaitannya dengan investasi.
Sebelumnya, Pemerintah melalui Paket Kebijakan Ekonomi XVI mengeluarkan 54 bidang usaha dari DNI 2018 sehingga memungkinkan penanaman modal asing 100 persen di sektor-sektor tersebut.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (16/11) malam, mengatakan perubahan DNI 2018 yang membuka aliran penanaman modal asing tersebut dilakukan karena modal di dalam negeri kurang mencukupi.
Berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, sektor usaha yang dikeluarkan dari DNI 2018 antara lain industri kayu lapis, industri rokok kretek dan putih, dan galeri seni. Kemudian, angkutan orang dengan moda darat tidak dalam trayek, angkutan moda laut luar negeri untuk penumpang, hingga warung internet.
Bantah anggapan
Pada jumpa pers di Jakarta, Senin (19/11), Menko juga membantah anggapan bahwa relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI) dalam Paket Kebijakan Ekonomi XVI membebaskan kepemilikan modal asing di sektor UMKM dan koperasi.
Darmin menilai, anggapan mengenai kepemilikan asing di UMKM muncul karena ada kesalahan persepsi mengenai empat bidang usaha yang dikeluarkan dari DNI. Sebelumnya, empat usaha tersebut dicadangkan untuk UMKM dan koperasi dalam DNI 2016 sesuai Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016.
Empat bidang usaha yang dikenai persyaratan dicadangkan untuk UMKM dan koperasi dalam DNI 2016 adalah industri pengupasan dan pembersihan umbi-umbian, warung internet, industri percetakan kain, dan industri kain rajut khususnya renda.
"Industri pengupasan dan pembersihan umbi-umbian serta warung internet ini tidak mungkin PMA, karena modal minimum (untuk PMA) Rp10 miliar. Ini bukan kelasnya yang Rp10 miliar," ujar Darmin.
Sementara itu, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono menjelaskan bahwa empat bidang usaha yang dikeluarkan dari DNI 2018 berarti kemudian tidak dicadangkan untuk UMKM dan koperasi lagi.
Khusus untuk industri pengupasan dan pembersihan umbi-umbian serta warung internet, pertimbangan diubah dalam DNI 2018 adalah agar bidang usaha tersebut tidak perlu perizinan sebagaimana diwajibkan untuk UMKM dan koperasi.
Dengan demikian, berbagai pihak tidak perlu cemas karena kebijakan Paket Ekonomi XVI hanyalah upaya relaksasi kebijakan untuk ketahanan ekonomi nasional dengan mendorong modal asing yang lebih besar dan upaya menutup defisit transaksi.
Apalagi, dalam jangka pendek dan jangka panjang kebijakan ini dinilai akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, mengurangi defisit transaksi berjalan dan memperkuat nilai tukar rupiah.
Baca juga: Kebijakan ekonomi dan dampak terhadap sektor energi
Baca juga: Ini kata Apindo soal Paket Kebijakan Ekonomi XVI
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2018