Pengamatan Antara di Tarakan, Senin, museum yang dibangun sejak 1930-an tersebut banyak memiliki barang bernilai sejarah seperti sisa perlengkapan tentara Jepang dan sekutu, misalnya pedang Samurai, senjata dan pelurunya, sepatu tentara Jepang, helm tentara sekutu hingga baling-baling pesawat tempur.
Di sana juga banyak terpajang foto-foto saat terjadinya Perang Dunia II di Tarakan.
Menurut staf Museum Rumah Bundar, Donna, jumlah pengunjung dari warga lokal memang relatif sedikit, namun pengunjung dari luar daerah dan mancanegara justru cukup banyak.
"Mereka datang secara berombongan, misalnya dari kelompok mahasiswa, rombongan pejabat dari Jakarta dan rombongan wisatawan mancanegara, khususnya dari Australia, Jepang dan Amerika," katanya.
Rumah Bundar di Jalan Danau Jempang atau 15 menit dari Bandara Juwata itu adalah bangunan peninggalan Belanda. Disebut rumah bundar karena bangunannya seperti drum yang ditidurkan lalu dipotong rata di tengahnya.
Rumah seluas 6x12 meter itu kemudian difungsikan pada 1945 oleh tentara Sekutu sebagai pusat kegiatan untuk memperbaiki lingkungan di Tarakan yang rusak berat akibat Perang Dunia II saat tentara sekutu melumpuhkan tentara Jepang.
Tarakan menjadi daerah bersejarah karena tempat tentara Jepang pertama kali mendarat pada 1947. Tarakan juga tercatat sebagai daerah pertempuran Perang Dunia ke-2 (Wolrd War II).
Kekayaan sumber daya alam Tarakan, yakni minyak menjadi salah satu magnet bagi kekuatan asing untuk menguasai pulau itu. Kekayaan itu menjadi petaka karena mengobarkan peperangan.
Dokumen sejarah mencatat bahwa perang di Tarakan lebih sengit daripada perang Pearl Harbour.
Namun, perang Pearl Hambour lebih terkenal karena perang antara tentara Jepang dan Amerika Serikat di Hawai itu sering dijadikan tema film Hollywood.
Baca juga: Museum Kebaharian Jakarta pamerkan dua pertempuran laut terbesar
Baca juga: Pemprov Malut Akan Bangun Museum PD II di Pulau Morotai
Pewarta: Iskandar Zulkarnaen
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2018