Suasana demikian terekam jika kita beranjangsana ke Sembalun Lawang yang menjadi pintu gerbang pendakian gunung yang memiliki ketinggian 3.726 Meter di atas permukaan laut (Mdpl) itu. Gunung Rinjani menjadi pusar bumi pulau yang dahulunya disebut Sunda Kecil karena posisinya yang berada tepat di tengah Pulau Lombok atau "ibunya" Suku Sasak.
Sehingga tidaklah mengherankan keberadaannya memiliki nilai spiritualitas tersendiri bagi Suku Sasak, dan sampai sekarang masih dihormati serta dijaga oleh Suku Sasak. Karena mereka percaya bahwa Suku Sasak berasal dari sana dan juga menjadi pusat peradaban.
Penamaan Gunung Rinjani tidak terlepas dari Dewi Anjani ibunya Hanoman yang dituturkan dalam berbagai versi penganut Islam di Lombok Barat maupun versi yang dituangkan dalam sejumlah naskah kuno berbahasa Sasak.
Pemangku adat Sasak di sekitar Pura Lingsar, Suparman Taufik (81) meyakini Raden Ayu Mas Dewi Anjani yang mendirikan kerajaan di Sembalun atau di kaki Gunung Rinjani sekaligus menyebarkan Islam di sana.
Raden Mas Ayu Anjani itu beradik kakak dengan Raden Mas Abdul Malik dan Raden Mas Abdul Rauf, sama seperti Anjani, keduanya juga dipercaya menjadi penyebar agama Islam di tanah Lombok.
Ketiga beradik kakak itu berkaitan dengan tradisi Perang Topat (perang ketupat) di Pura Lingsar, Kabupaten Lombok Barat setiap bulan November dan Desember.
Buku Bunga Rampai Kutipan Naskah Lama dan Aspek Pengetahuannya, Museum Negeri Nusa Tenggara Barat menyebutkan Nama Gunung Rinjani sangat mungkin berasal dari kata Rara Anjani yang berubah menjadi Renjani dan selanjutnya menjadi Rinjani seperti yang dikenal saat ini.
Sehingga tidaklah mengherankan di daerah Lombok Timur juga dapat ditemui Desa Anjani sebagai bukti bahwa masyarakat sangat menghormati dan menghargani nama tersebut.
Di dalam Naskah Doyan Neda berbahasa Sasak yang sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia pada buku bunga rampai itu, menyebutkan 1. Takdir Allah ada ratu jin perempuan, julukannya, Ratu Mas Prawira, Dewi Anjani namanya, serta mempunyai anak ayam, jantan betina dua ekor besar sekali, kukunya terbuat dari melela, di puncak gunung itulah, ia bermain mancakar-cakar tanah, lalu terhamparlah bumi, di puncak gunung Rinjani, setelah lama kemudian.
2. Dewi Anjani lalu berkeliling, banyak iringan, dan patih Songan, perjalanannya terhalang-halang saja, karena banyak pohon kayu, gelap gulita dan sunyi senyap, lalu berkatalah beliau, wahai paman patih agung kuberi nama pulai ini Pulau Sasak, hatur patih memberitahukan sesuatu.
3. Menurut pesan kakek tuanku sang Nabi, Nabi Adam itulah, tuan hamba disebutkan, menguasai jin seantero bumi, Pulau Lombok julukannya, menjadi induk (tempat menyusu) semua bumi, benar sekarang aku ingat itu, aku telah disuruh oleh kakekku si Nabi Adam, agar jin bangsawan, aku keluarkan dari alam jin, untuk menjadi manusia.
Teks yang tertuang dalam daun lontar itu bisa dikatakan bagaimana terciptanya manusia yang menghuni Pulau Lombok.
Bait pertama itu membuktikan adanya proses geologi berupa pengikisan gunung dan bukit oleh kekuatan alam, bait kedua, menceritakan perjalanan Dewi Anjani bersama Patih Songan yang terhalang oleh pepohonan yang sangat rapat dan bersesakan sehingga pulau baru itu pun dinamainya Pulau Sasak (Sesak).
Bait ketiga menceritakan bahwa setelah pulau itu diberi nama pulau Sasak maka Patih Songan mengingatkan Dewi Anjani akan pesan kakeknya Nabi Adam. Nabi Adam berpesan kepada Dewi Anjani agar ia menjadi raja dari seluruh jin di dunia. Dan iapun dipesan untuk mengisi pulau yang dijuluki Pulau Sasak atau Lombok itu dengan mengubah sekelompok jin bangsawan menjadi manusia.
Pusat kosmos
Budayawan L Satria Wangsa menyebutkan dalam masyarakat Sasak, Rinjani dipandang sebagai pusat kosmos yang termanifestasi dalam dimensi kepercayaan, ritus-ritus dan mitologi-mitologi.
"Kawasan Puncak Rinjani sangat disakralkan masyarakat Sasak, ada keyakinan bahwa di sana adalah tempat bermukim Ratu Jin Dewi Anjani. Dalam mitologi Sasak Dewi Anjani laksana ibu yang menurunkan Suku Sasak," katanya di seminar tentang Interpretasi Babad Lombok pada 23 Mei 2017 di Museum NTB.
Sebagian meyakini bahwa di Puncak Rinjani para ulama Waliyullah bermudzakarah pada waktu-waktu tertentu, bagi peminat ilmu-ilmu mistik, Rinjani merupakan tempat bertapa atau Nyenjariq yang paling baik untuk memperoleh ilmu-ilmu tersebut.
Bahkan umat Hindu memilih Danau Segara Anak sebagai lokasi penyelenggaraan Upacara Mulang Pekelem.
Dikatakan, di lingkar Rinjani di masyarakat-masyarakat adat juga sangat banyak dipraktikkan ritus-ritus berkenaan dengan pemuliaan alam. Di Sembalun ada upacara Nyayu-Ayu, di Lenek Upacara Rowah Gawah, di Selelos Benteq ada Memarek Bebekeq, di Gangga ada Muha Tahun-Muja Balit.
"Prosesi-prosesi adat juga hampir merata ada kita temui di komunitas-komunitas adat di lingkar Rinjani. Pun aturan-aturan adat yang disebut awig-awig yang berfungsi menjaga kelestarian alam, banyak diberlakukan di kawasan ini," katanya.
Karena itu, kata dia, tidak dapat disangkal lagi Rinjani menempati posisi sentral dalam masyarakat Sasak, Rinjani merupakan pansek gumi demikian ungkapan Orang Sasak. "Kalau panseknya kokoh maka bumi akan kokoh, tapi kalau panseknya goyah maka bumi khususnya Pulau Lombok akan goyah pula," katanya.
"Rinjani merupakan sumber dan penyangga kehidupan masyarakat Sasak, untuk itu melestarikan dan memuliakannya adalah tanggung jawab kita bersama," katanya.*
Baca juga: Saat petarung beradu nyali di bawah purnama
Baca juga: Jalur pendakian Gunung Rinjani kembali dibuka
Baca juga: TNI cek kondisi jalur pendakian Rinjani pascagempa
Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018