"Selama ini, kami menggandeng pihak swasta untuk penanganan limbah medis mulai dari proses pengiriman, hingga pengelolaan. Tentunya itu tidak sedikit biaya yang harus dikeluarkan dalam tiap tahun yang mencapai sekitar Rp1 miliar," kata
Febria di Surabaya, Selasa.
Ia mengatakan limbah rumah sakit di Surabaya yang bisa mencapai delapan ribu kilogram per hari atau sampai 240 ton per bulan membutuhkan tempat pengelolaan yang layak, karenanya pemerintah kota berencana membangun tempat pengelolaan limbah medis.
"Namun prinsipnya juga harus sesuai dengan aturan yang diterapkan di pusat," katanya.
Kepala Seksi Pengolahan Limbah B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sortawati Siregar mengatakan kementerian mendukung langkah Pemerintah Kota Surabaya membangun fasilitas pengelolaan limbah medis.
"Kami mendukung langkah Pemkot Surabaya membangun pengelolaan limbah B3. Tapi kami memberi masukan agar nantinya dibentuk BUMD atau UPTD," katanya, menggunakan kependekan Badan Usaha Milik Daerah atau Unit Pelaksana Teknis Dinas.
Ia menjelaskan pula jumlah rumah sakit di Indonesia hingga saat ini 2.800 lebih namun berdasarkan data Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) baru 98 rumah sakit yang memiliki izin pengolahan limbah medis menggunakan insinerator dan autoklaf, sementara jasa pengolahan limbah swasta hanya ada enam.
Baca juga:
Pemerintah segel enam gudang limbah medis di Cirebon
Pemerintah hentikan kegiatan pengolah limbah medis di Cikampek
Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018