Jakarta (ANTARA News) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan pada 2018 ini industri pasar modal syariah terus mengalami perkembangan.OJK memiliki inisiatif untuk eksplorasi pasar modal syariah dan pengembangan investornya
"OJK memiliki inisiatif untuk eksplorasi pasar modal syariah dan pengembangan investornya," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Hoesen saat memberi sambutan dalam "Seminar Outlook Pasar Modal Syariah 2019" di Jakarta, Rabu.
Ia mengemukakan perkembangan industri pasar modal syariah salah satunya dapat dilihat dari saham syariah.
Pada 23 November 2018, OJK telah menerbitkan Daftar Efek Syariah yang berisi 407 saham dan berlaku efektif pada tanggal 1 Desember 2018.
"Jumlah itu meningkat 6,5 persen dibandingkan akhir tahun 2017 dengan jumlah 382 saham," katanya.
Ia menyampaikan untuk konstituen Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) sebesar 391 saham. Jumlah itu meningkat 7,1 persen sepanjang tahun berjalan (year to date/YTD).
Sementara dari segi kapitalisasi pasar, terjadi penurunan sebesar 3,7 persen menjadi Rp3.567 triliun pada akhir November.
Untuk sukuk, lanjut dia, terdapat peningkatan jumlah sukuk outstanding sebesar 36,7 persen (YTD) dan nilai sukuk outstanding meningkat 45,2 persen. Saat ini terdapat 108 sukuk korporasi outstanding dengan nilai 22,8 triliun rupiah.
"Jumlah itu lebih besar dibandingkan outstanding pada tahun 2017 dengan jumlah 79 sukuk dan nilai Rp15,7 triliun," papar Hoesen.
Peningkatan juga terjadi pada instrumen reksa dana syariah. Hoesen memaparkan, jumlah reksa dana syariah meningkat 21,4 persen YTD dan nilai aktiva bersih reksa dana syariah meningkat 19,8 persen.
Saat ini, ia menambahkan, terdapat 221 reksa dana syariah dengan nilai aktiva bersih sebesar Rp33,9 triliun. Jumlah itu meningkat dibandingkan 2017 dengan jumlah 182 reksa dana syariah dan nilai aktiva bersih Rp28,3 triliun.
Tantangan
Hoesen menyampaikan, sepanjang tahun 2018 dan memasuki tahun 2019 terdapat berbagai tantangan baik dari domestik maupun eksternal perlu dihadapi, mulai dari Bank Sentral Amerika Serikat yang menaikan suku bunganya menjadi 2,25 persen dan faktor perang dagang.
Sedangkan pada sisi domestik, lanjut dia, Indonesia menghadapi tantangan defisit neraca transaksi berjalan. Hingga kuartal ketiga 2018 terdapat defisit transaksi berjalan sebesar 22,4 miliar dolar AS.
Menurut dia, dalam rangka menghadapi tantangan itu, diperlukan kerja sama antar berbagai stakeholders untuk mengeksplorasi instrumen-instrumen baru dan mengembangkan basis inevstor pasar modal syariah.
"Pada tahun 2018, terdapat tiga sukuk yang diterbitkan dengan akad wakalah. Penambahan jenis akad itu diharapkan dapat mempermudah dan mendukung penerbitan sukuk korporasi," kata Hoesen.
Saat ini, lanjut dia, OJK juga sedang melakukan kajian terkait sukuk wakaf, terdapat 435.944 hektar tanah wakaf yang mayoritas bukanlah aset wakaf produktif.
"Berdasarkan benchmark dari negara lain, dengan memanfaaatkan sukuk, terdapat potensi untuk mengubah aset tersebut menjadi aset produktif," ujar Hoesen.
Selain pengembangan produk, OJK juga berupaya mengembangkan basis investor. Hingga 19 November 2018 tercatat penambahan 200.935 Single Investor Identity (SID), meningkat 31,97 persen dibandingkan dengan posisi pada akhir tahun 2017.
Sedangkan untuk investor pengguna Sistem Online Trading Syariah (SOTS), bertambah sebanyak 13.570 pengguna atau meningkat 58,5 persen dibandingkan akhir tahun 2017.
"Berbagai pengembangan itu harus terus diupayakan tanpa melupakan kualitas dan tetap memperhatikan prinsip-prinsip syariah di pasar modal sehingga dapat menumbuhkan kepercayaan pada masyarakat," kata Hoesen.
Baca juga: Perbankan Syariah dan peran mubaligh
Baca juga: Ingin berkembang, bisnis syariah harus bergerak ke teknologi digital
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018