KPK tanggapi soal pengajuan JC Budi Mulya

5 Desember 2018 17:32 WIB
KPK tanggapi soal pengajuan JC Budi Mulya
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif di sela-sela acara Festival Media Digital Pemerintah "Transparansi Untuk Partisipasi" yang merupakan rangkaian acara Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2018 di Jakarta, Rabu (5/12/2018). (Antara/Benardy Ferdiansyah)
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi soal pengajuan sebagai "justice collaborator" (JC) oleh Budi Mulya, terpidana perkara tindak pidana korupsi Bank Century.

"Kalau JC itu kan harus dilihat dulu. Syaratnya JC itu salah satunya adalah dia bukan pelaku utama. Yang kedua apakah dia ingin mmbuka kasus-kasus korupsi yang lebih besar, intinya dua itu," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif. 

Hal tersebut dikatakannya di sela-sela acara Festival Media Digital Pemerintah "Transparansi Untuk Partisipasi" yang merupakan rangkaian acara Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2018 di Jakarta, Rabu.

"Kalau misalnya beliau mengajukan permohonan untuk dijadikan JC, Biro Hukum kami di KPK akan melihat, mengecek dulu fakta-fakta itu. Kalau pun nanti akan dibuka, dia buka bagian apanya," ucap Syarif.

Ia pun menegaskan bahwa penanganan kasus korupsi Bank Century tersebut masih berjalan.

"Kita kan sedang berjalan tetapi terus terang kendalanya itu sebagian pelakunya itu ada di luar negeri. Padahal itu yang paling penting," ungkap Syarif.

Sebelumnya, Anne Mulya istri Budi Mulya dan Nadia Mulya yang merupakan putri dari Budi Mulya serta ditemani oleh koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mendatangi gedung KPK, Jakarta, Rabu soal pengajuan JC dari Budi Mulya itu.

Untuk diketahui, Budi Mulya merupakan terpidana tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Budi Mulya telah dijatuhi putusan kasasi pada 8 April 2015 yaitu penjara selama 15 tahun dan denda Rp1 miliar subsider 8 bulan kurungan.

Dalam pengembangan kasus itu, KPK Selasa (13/11) juga telah meminta keterangan dari mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Miranda Swaray Goeltom dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso.

Selanjutnya pada Kamis (15/11), mantan Gubernur Indonesia dan Wakil Presiden RI 2009-2014 Boediono dan mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Hartadi Agus Sarwono juga telah diminta keterangan dalam penyelidikan kasus korupsi Bank Century itu.

KPK tetap akan meneruskan penanganan kasus tindak pidana korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Hal tersebut berdasarkan hasil kajian dan analisis yang telah dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), penyidik, dan tim yang ditunjuk pasca putusan hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Effendy Mochtar yang memerintahkan KPK tetap melanjutkan kasus Bank Century.

Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) mempraperadilankan kembali KPK karena amar putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 24/Pid.Prap/2018/PN.Jkt.Sel menyatakan memerintahkan termohon (KPK) untuk melakukan proses hukum selanjutnya sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku atas dugaan tindak pidana korupsi Bank Century.
 
Dalam perkara tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, mantan Deputi Bidang IV Pengelolaan Devisa BI Budi Mulya telah dijatuhi putusan kasasi pada 8 April 2015 yaitu penjara selama 15 tahun dan denda Rp1 miliar subsider 8 bulan kurungan.

Baca juga: KPK cari masukan terkait putusan praperadilan Century
Baca juga: KPK pelajari nama-nama dalam putusan kasus Bank Century
Baca juga: KPK minta keterangan Miranda Goeltom terkait Century

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018