Dengan kalimat demikian, Kepala Negara ingin kembali mengingatkan masyarakat di berbagai penjuru Tanah Air untuk mengingat kembali fitrah Indonesia sebagai negara maritim.
Paradigma tersebut juga diterjemahkan oleh berbagai jajarannya yang terdapat di Kabinet Kerja.
Misalnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan berbagai kalangan masyarakat harus menyadari bahwa lautan Nusantara adalah warisan yang harus benar-benar dijaga bagi generasi mendatang.
"Laut harus tetap dijaga turun temurun. Laut itu warisan bukan milik kita, tapi sebuah warisan dari nenek moyang kita ke kita. Dari warisan maka harus kita turunkan ke anak cucu kita," kata Susi Pudjiastuti.
Dengan kata lain, ujar Menteri Kelautan dan Perikanan, laut diyakini sebagai masa depan bangsa Indonesia.
Menurut dia, jika laut Indonesia yang memiliki pantai kedua terpanjang di dunia ini dapat dikelola dengan baik, maka laut Indonesia ini dapat memberikan kehidupan yang layak bagi penduduknya yang merupakan penduduk kelima terbesar di dunia.
Menteri Susi juga mengingatkan bahwa selaras dengan isi 70 persen dari dunia ini adalah lautan, begitu pula dengan sekitar 70 persen dari wilayah Indonesia adalah lautan.
Ia berpendapat bahwa menggantungkan hidup dari lautan berarti juga harus siap untuk menjaga kelestariannya, salah satunya dengan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, baik dalam bentuk kantong kresek, bungkus makanan atau produk kecantikan, sedotan, botol minuman, dan sebagainya yang dapat membahayakan lingkungan dan ekosistem di dalamnya.
Apalagi, diperkirakan bahwa Indonesia sekarang ini, berdasarkan sejumlah kajian di tingkat internasional, menjadi penyumbang sampah laut terbesar nomor dua di dunia, setelah Republik Rakyat China.
Padahal, sampah plastik diperkirakan baru akan terurai hingga sekitar ratusan tahun kemudian.
Namun, Susi juga bersyukur bahwa pada saat ini sudah ada beberapa daerah yang akan memulai penerapan kebijakan pelarangan plastik sekali pakai, salah satunya Bali yang rencananya akan memulai pada Januari mendatang.
Selain itu, penggunaan plastik sekali pakai juga telah diterapkan di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan pemberian denda bagi yang melanggar.
Untuk itu, Menteri Kelautan dan Perikanan menegaskan bahwa sampah plastik telah menjadi ancaman bagi laut di kawasan perairan Indonesia juga global sehingga berbagai pihak harus bersinergi guna menanggulangi permasalahan tersebut.
"Sudah menjadi tanggung jawab kita semua untuk memastikan sampah plastik tidak berakhir di laut," katanya.
Hal tersebut karena sampah plastik bisa menjadi micro plastic yang dapat dimakan oleh ikan, yang ujungnya ikan-ikan tersebut juga dapat dimakan oleh manusia.
Presiden konsisten
Susi Pudjiastuti juga menyatakan bahwa Presiden Jokowi tetap konsisten dengan visi menjadikan laut dan sumber daya yang terkandung di dalamnya sebagai masa depan bangsa Republik Indonesia.
Menurut Susi, konsistensi tersebut dapat dilihat dengan kebijakan Presiden yang meski melonggarkan sejumlah hal dalam Daftar Negatif Investasi (DNI), tetapi Kepala Negara tidak memberikan kemungkinan atau tetap tidak mengizinkan pihak asing masuk di bidang perikanan tangkap.
Terkait dengan kapal ikan asing ilegal, Susi mengungkapkan bahwa salah satu hal yang sukar dalam memberantas kapal ikan ilegal antara lain karena basis mereka untuk beroperasi kerap berada di sejumlah negara tetangga.
Sedangkan beberapa modus operandi pencurian ikan yang ditemukan Satgas 115 Anti-Pencurian Ikan, antara lain penggunaan bendera kemudahan oleh beneficiary owner yang berada di negara lain, atau false claim bendera kebangsaan melalui pemalsuan dokumen, serta rekrutmen ABK kapal dari negara lain tanpa dokumen perizinan yang lengkap.
Modus lainnya adalah tidak mendeklarasikan atau melaporkan jenis dan jumlah ikan dengan benar, penangkapan ikan menggunakan bahan peledak atau penyelundupan narkotika dengan menggunakan kapal ikan.
Menteri Kelautan dan Perikanan juga telah meningkatkan kerja sama dan advokasi internasional termasuk termasuk mengampanyekan pemberantasan kejahatan perikanan lintas negara yang terorganisir di berbagai forum internasional yang digelar di Austria, Amerika Serikat, Malta, Swiss, Italia dan Norwegia.
Menteri Susi jugamenyatakan bahwa pemberantasan pencurian ikan (illegal fishing) adalah langkah awal untuk menciptakan kesadaran cinta laut kepada seluruh masyarakat Indonesia.
"Pemberantasan pencurian ikan itu langkah awal. Sekarang kita butuh peran serta masyarakat yang peduli akan laut, peduli akan lingkungan, kelestariannya," kata Susi.
Menteri Susi menyebutkan, sebelum pemberatasan pencurian ikan digalakkan, masuknya kapal asing ke perairan Indonesia seperti menjadi hal yang lazim.
KKP juga terus meningkatkan koordinasinya dengan berbagai lembaga terkait karena menyadari bahwa tidak mungkin untuk memberantas tindak pidana pencurian ikan di Nusantara secara sendirian.
Salah satu hal yang dilakukan KKP tekait dengan itu antara lain adalah menyelenggarakan pertemuan Forum Koordinasi Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perikanan (TPP) Tingkat Pusat Tahun 2018, akhir Juni 2018.
Rencana aksi
Sejumlah pihak juga telah mengulurkan tangannya untuk membantu mewujudkan sumber daya kelautan dan perikanan nasional sebagai harta kekayaan bangsa.
Seperti, Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (Iskindo) menyusun proposal sebagai upaya untuk membuat rencana aksi yang inovatif untuk berkontribusi bagi program nasional pengurangan sampah plastik di lautan Nusantara.
Ketua Harian Iskindo, Moh Abdi Suhufan, menyatakan pihaknya akan segera menyusun proposal program bersama dengan komunitas dan unsur masyarakat sipil agar aksi yang selama ini ada bisa lebih sinergis.
Walaupun sejumlah regulasi dan program pemerintah telah dikeluarkan, lanjutnya, upaya pengurangan sampah plastik mesti dilakukan dengan melibatkan masyarakat dan sektor swasta.
Menurut dia, salah satu upaya strategis yang bisa dilakukan adalah melalui kampanye penyadaran masyarakat agar mengurangi sampah plastik dari sumbernya terutama dari pemukiman dan sampah komersial.
Selain itu, pelibatan sektor swasta yang lebih intensif mesti dilakukan, antara lain dengan pendekatan melalui skema pendanaan blended financing.
KKP sendiri juga telah memiliki banyak rencana aksi, antara lain Rencana Aksi Nasional Konservasi Mamalia Laut yang akan menjadi referensi bagi pemerintah pusat dalam rangka upaya konservasi mamalia laut di Indonesia.
Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP Brahmantya Satyamurti Poerwadi dalam acara Simposium Nasional Duyung dan Lamun di Kantor KKP, Jakarta, Rabu (21/11) menuturkan, telah ditetapkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 79/2018 tentang Rencana Aksi Nasional Konservasi Mamalia Laut Tahun 2018-2022.
Brahmantya memaparkan, di dalamnya diuraikan rencana aksi selama lima tahun yang akan menjadi referensi utama bagi pemerintah pusat dalam pengelolaan konservasi mamalia laut, termasuk duyung dan habitatnya.
KKP, lanjutnya, juga telah memfasilitasi tersusunnya Rencana Aksi Daerah (RAD) yang merupakan dokumen yang tidak terpisahkan dari RAN yang akan menjadi referensi pemangku kepentingan di daerah, terutama Pemda, dalam upaya perlindungan dan pelestarian duyung di wilayahnya.
Brahmantya menegaskan bahwa salah satu isu pengelolaan duyung yang juga sangat penting adalah mengenai masih minimnya jumlah riset tentang biota tersebut.
Sementara itu, Dirjen Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto mengingatkan bahwa penangkapan kepiting selama ini lebih banyak dari hasil penangkapan dari alam yang dilakukan secara tidak terukur dan cenderung eksploitatif, sehingga terjadi kelebihan tangkapan dan depleting stock sumberdaya kepiting di alam.
Slamet mengungkapkan bahwa fakta di lapangan menunjukkan populasi kepiting baik jumlah maupun ukuran menurun sejak tahun 1990, ini dapat dilihat di eksportir dari Jakarta, Bali, dan Surabaya yang sangat sulit mendapatkan ukuran di atas 1 kg.
Berdasarkan hasil kajian terkait estimasi potensi, lanjutnya, terlihat bahwa jumlah tangkapan yang diperbolehkan dan tingkat pemanfaatan sumberdaya kepiting dan rajungan di 10 Wilayah Pengelolaa Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPN RI) telahmenunjukkan bahwa status pemanfaatan kepiting rajungan berada pada kategori tereksploitasi penuh hingga eksploitasi berlebih.
"Kondisi inilah yang melatarbelakangi terbitnya Peraturan Menteri Kelautan Perikanan No. 56 tahun 2016, jadi anggapan bahwa pemerintah sengaja mematikan usaha kerapu masyarakat itu tidak benar, sehingga ini harus diluruskan," katanya.
Ia mengingatkan bahwa regulasi tersebut tidak melarang ekspor kepiting dan rajungan, namun membatasi ukuran ekspor, kondisi bertelur/tidak bertelur dan musim penangkapan. Berdasarkan data BPS (2018) tercatat rata-rata volume ekspor kepiting rajungan periode 2012-2017 tumbuh 0,67 persen per tahun, sedangkan nilai ekspor tumbuh 6,06 persen per tahun.
Ajak dunia
Ketua Harian Iskindo, Moh Abdi Suhufan, juga menginginkan pemerintah Indonesia dapat meyakinkan berbagai organisasi di tingkat global bahwa Indonesia telah melakukan sejumlah reformasi dalam tata kelola perikanan nasional.
Indonesia, ujar Abdi, perlu memaparkan sejumlah capaian dan regulasi terbaru terutama yg berkaitan dengan investasi di sektor pengolahan hasil laut.
Menurut Abdi, hal itu penting antara lain karena Indonesia berkepentingan meningkatan investasi di bidang pengolahan karena produksi perikanan telah menunjukkan angka peningkatan.
Investasi yang dibutuhkan, lanjutnya, pada saat ini adalah investasi yang mendukung industrialisasi perikanan, serta berbagai proyek strategis pemerintah seperti Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu.
Pada jumpa pers penyelenggaraan Our Ocean Conference (OCC) 2018 di KKP, Jakarta, Rabu (12/9), Menteri Susi menyatakan keinginannya agar negara-negara di dunia dapat melaksanakan langkah-langkah konkrit guna melestarikan kondisi laut global yang kian hari kian memprihatinkan.
Untuk itu, ujar Susi, KKP menginginkan adanya tracking mechanism atau mekanisme pelacak dari pelaksanaan komitmen langkah-langkah kongkrit itu.
Ia mencontohkan, Republik Indonesia sendiri juga akan menerapkan konservasi sebanyak 20 juta hektare kawasan perairan pada tahun 2020 mendatang.
Menurut dia, kelestarian kondisi lautan global adalah hal yang sangat penting karena laut adalah masa depan seluruh dunia, dan luasannya lebih besar daripada daratan.
Menteri Susi juga mengingatkan bahwa kalau membicarakan perubahan iklim, maka selain jutaan hektare lahan hutan, juga penting dibahas mengenai lautan.
Menteri Kelautan dan Perikanan RI menegaskan bahwa Indonesia mengambil kesempatan ini sebagai tuan rumah agar bisa berteriak lantang agar negara-negara di dunia berkomitmen untuk mengurangi tingkat kerusakan yang ada di laut.
Selain itu, ujar dia, bila Indonesia bisa bersikap keras terhadap pencurian ikan, maka negara lain juga harus mengikutinya.*
Baca juga: Menteri KKP sindir perilaku pengusaha udang yang nakal
Baca juga: Pameran Aquatic Asia KKP persiapkan industri budidaya 4.0
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018