Jakarta (ANTARA News) - Asisten Deputi Partisipasi Organisasi Keagamaan dan Kemasyarakatan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Maydian Werdiastuti mengatakan masih banyak praktik sunat perempuan dilakukan di Indonesia hanya karena alasan budaya.Banyak yang tidak tahu apa alasan harus dilakukan sunat perempuan
"Banyak yang tidak tahu apa alasan harus dilakukan sunat perempuan. Kebanyakan hanya mengikuti budaya saja," kata Maydian saat diskusi dalam peluncuran program BERANI di Jakarta, Senin.
Maydian mengatakan kebanyakan sunat perempuan dilakukan secara tradisional oleh dukun beranak yang tidak memenuhi persyaratan secara medis.
Padahal sunat perempuan berisiko tinggi karena di bagian kelamin perempuan terdapat banyak syaraf dan pembuluh darah.
"Karena itu, dalam sosialisasi yang Kementerian lakukan ke daerah-daerah, kami selalu mengajak dokter spesialis kebidanan dan kandungan untuk menjelaskan risiko sunat perempuan," katanya.
Selain mengajak dokter spesialis kebidanan dan kandungan, sosialisasi juga melibatkan ulama dan tokoh masyarakat agar bisa memberikan pemahaman yang lebih menyeluruh.
"Pencegahan sunat perempuan harus menggunakan pendekatan yang multiperspektif dan dialog yang melibatkan banyak pihak," tuturnya.
Program BERANI yang merupakan singkatan dari "Better Reproductive Health and Rights for All in Indonesia" merupakan proyek kerja sama Dana Penduduk Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFPA) dan Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) yang didanai pemerintah Kanada untuk hak kesehatan reproduksi yang lebih baik di Indonesia.
Baca juga: Sunat perempuan dianggap kekerasan terhadap anak
Baca juga: Manfaat sunat bayi perempuan menurut ahli
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2018