"Masih lemahnya pemahaman agama, ini melahirkan orang radikal. Pernah terjadi bom bunuh diri di Surabaya, di Bali, menimbulkan korban jiwa," kata Mahyudin dalam acara Temu Tokoh Nasional bertajuk Peranan Umat Islam dalam Menjaga Persatuan dan Nilai-Nilai Kebangsaan, di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Rabu.
Dia mengatakan orang yang pemahaman agamanya lemah kerap salah menafsirkan konsep jihad dan dakwah yang diajarkan Rasullullah. Mereka melakukan dakwah dengan cara-cara kekerasan.
Mahyudin mengatakan, semestinya dakwah agama dilakukan dengan cara-cara merangkul. Dia mencontohkan keberhasilan Wali Songo yang dapat menyiarkan agama Islam di Indonesia dengan sangat baik tanpa kekerasan.
"Wali Songo bisa membuat mayoritas (penduduk Indonesia) beragama Islam 90 persen, tanpa bom. Wali Songo menyiarkan agama dengan cara merangkul bukan memukul, mengajak bukan mengejek," jelasnya.
Dia menekankan Wali Songo membuktikan dakwah yang santun justru berhasil membuat masyarakat Indonesia masuk Islam.
"Dari 100 persen agama Hindu, berubah 90 persen Islam," jelasnya.
Dia menegaskan, melakukan kekerasan dalam berdakwah justru menunjukkan ketidakmampuan dalam berdakwah.
"Di Indonesia, orang berbeda agama itu semua saudara kita. Kalau Allah mau menciptakan satu agama saja tentu bisa, tapi Tuhan menciptakan bersuku-suku, berbangsa-bangsa agar saling mengenal," kata Mahyudin.
Lebih jauh dia mengimbau agar tidak ada lagi pihak yang bersikeras mengubah Indonesia menjadi negara Islam. Peristiwa di Suriah, menurutnya telah banyak menunjukkan bahwa perpecahan yang menimbulkan perang, telah mengorbankan banyak sekali umat manusia.
Pada kesempatan itu Mahyudin juga mengingatkan semua pihak untuk memegang teguh Pancasila sebagai ideologi bangsa, UUD 1945 sebagai konstitusi bangsa, NKRI sebagai bentuk negara dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara.
Baca juga: Mahyudin: Pancasila lebih efektif diajarkan di sekolah
Baca juga: Pimpinan MPR tegaskan perlunya PMP kembali diajarkan di sekolah
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018