Bandara, harapan baru warga Jatim Selatan

12 Desember 2018 21:39 WIB
Bandara, harapan baru warga Jatim Selatan
Pengendara sepeda motor melintas di depan area Helipad Surya Air milik PT. Gudang Garam di Kota Kediri, Jawa Timur, Jumat (17/3/2017). Perusahaan rokok terbesar di Indonesia tersebut berencana membangun bandara komersil di wilayah Kediri dengan panjang runway 2.300 meter untuk penerbangan pesawat jenis boeing airbus berpenumpang 128-130 orang. (ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani)
Kediri (ANTARA News) - Sarana transportasi kini menjadi kebutuhan yang tidak bisa terelakkan. Pun dengan transportasi udara yang menjadi kebutuhan. Bukan hanya masalah harga yang bersaing dengan angkutan darat, efektif dan efisien adalah sekian dari banyak pilihan memilih sarana transportasi udara ini.

Bagi warga Jawa Timur bagian selatan jika ingin bepergian naik pesawat terbang harus ke Bandar Udara Juanda Surabaya. Tempat itu menjadi pilihan sebab bandara tersebut termasuk bandara internasional dengan berbagai macam tujuan.

Namun, tidak lama lagi warga di Jawa Timur bagian selatan sudah tidak perlu jauh-jauh ke Bandara Juanda, Surabaya untuk naik pesawat. Rencana pembangunan bandara di Kabupaten Kediri, Jatim, memberikan angin segar untuk alternatif sarana transportasi udara.

Kabupaten Kediri terpilih dari sekian banyak daerah di Jatim selatan sebagai lokasi rencana pendirian bandara. PT Gudang Garam, Tbk, Kediri menjadi perusahaan swasta yang berminat untuk membangun bandara yang direncanakan di Kecamatan Tarokan, Kabupaten Kediri.

Sekretaris Daerah Kabupaten Kediri Dede Sujana mengungkapkan pemerintah kabupaten menyambut baik rencana pembangunan bandara itu. Sebelumnya, pada 2012 pemda pernah berencana mengajukan pembangunan bandara, namun biaya yang dibutuhkan sangat besar.

Dede yang pernah duduk menjadi Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Kediri itu mengaku pernah melakukan estimasi, untuk pembangunan bandara memerlukan dana hingga Rp15 triliun. Dicontohkan, jika APBD Kabupaten Kediri hanya Rp3 triliun, butuh waktu hingga lima tahun untuk mampu membangun bandara, tapi harus mengorbankan untuk pemerintahan.

Terlebih lagi, secara hitung-hitungan pembangunan bandara dinilai tidak menguntungkan selain biaya yang dikeluarkan cukup besar. Namun, dikatakan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat sangat besar pengaruhnya. Dengan didanai swasta, tentunya pemda sangat terbantu.

Awal rencana pembangunan bandara pada 2012 sempat menguap begitu saja, terbentur berbagai masalah. Namun, gayung bersambut ternyata Kabupaten Kediri justru terpilih jadi daerah yang hendak dibangun. Padahal, beberapa daerah lain santer dibicarakan misalnya Kabupaten Tulungagung hingga Trenggalek.

"Pemda itu fasilitator. Prinsipnya pemda mendukung terkait rencana pembangunan bandara," kata dia.

Pembebasan lahan

Memuluskan langkah awal pendirian bandara, perusahaan lewat pemegang proyek melakukan pembelian tanah warga di Kecamatan Tarokan, Kabupaten Kediri. Ada dua desa yang lokasi tanahnya paling luas dibeli yakni Desa Bulusari serta Desa Tarokan. Tanah itu berupa kebun, sawah, hingga perumahan warga.

Kepala Desa Bulusari, Kecamatan Tarokan, Kabupaten Kediri Rohmat Wisuguh mengungkapkan pembelian tanah petani di kecamatan ini sudah dilakukan sekitar satu tahun ini. Awalnya warga sempat mendengar tanah itu akan dimanfaatkan untuk sirkuit, namun belakangan ternyata santer terdengar akan dijadikan bandara.

Tanah warga juga dibeli dengan harga fantastis. Jika sebelumnya tanah di desa ini hanya laku di bawah Rp50 ribu per meter, kini tanah warga dibeli bahkan hingga Rp300 ribu per meter, tergantung kondisi apakah tanah sawah, kebun, atau perumahan.

Awal kabar pembelian tanah secara besar-besaran membuat warga senang bukan kepalang. Bagaimana tidak, dari lahan yang awalnya ditanami mayoritas pohon mangga dibeli dengan harga fantastis berkali-kali lipat. Bahkan, dikabarkan setiap pekan harga berubah hingga menyentuh angka Rp700 ribu per meter.

Harga fantastis membuat di daerah yang didominasi petani, buruh tani dengan kehidupan ekonomi sederhana berubah drastis. Kini, banyak rumah warga menjadi gedung nan megah. Tak sedikit pula kendaraan roda empat terparkir rapi di halaman depan rumah.

Bisa dikatakan banyak orang kaya baru di Desa Bulusari, Kabupaten Kediri ini. Tak lain salah satunya karena dampak pembelian tanah besar-besaran untuk pembangunan bandara.

Bagi warga Desa Bulusari, Kades Rohmat menyebut mendapatkan rencana pembangunan bandara anugerah tersendiri. Di daerah ini terdapat enam dusun, dimana sebagian ditopang dengan usaha sebagai petani, buruh tani hingga industri kerupuk. Di tempat ini, tanah yang subur bisa ditanami padi. Namun tidak begitu yang ada di dataran tinggi. Warga lebih suka tanam pohon mangga. Tanaman ini di batu pun mampu tumbuh dan buahnya manis.

Mangga gadung dan podang tumbuh subur di tempat ini. Kendati perawatan yang dikeluarkan tidak terlalu ekstra, warga masih dapat penghasilan ketika panen raya.

Sebagai seorang kepala desa, Rohmat sadar bahwa kabar rencana pembangunan bandara itu angin segar terutama bagi warga sekitar. Untuk itu, dirinya ikut memberikan contoh dengan bersedia menjual seluruh tanah baik miliknya sendiri maupun keluarga.

Secara total, terdapat 25 bidang dengan luasan lebih dari 4 hektare. Tanah itu dibeli seharga Rp250 ribu per meter. Harga yang dinilai cukup bagus, mengingat dulu di pasaran hanya di bawah Rp50 ribu per meter.

Ia mengaku tidak menyesal dengan keputusan itu, sebab program itu untuk publik. Kini, rencana pembangunan bandara telah menjadi proyek strategis nasional (PSN), sehingga dirinya ikut memberikan contoh mendukung program pemerintah.

Luas lahan di Desa Bulusari, Kecamatan Tarokan, Kabupaten Kediri diketahui hingga sekitar 100 hektare. Namun, dari luasan itu tidak sampai setengah yang dibebaskan untuk rencana pembangunan bandara.

Saat ini, masih ada beberapa yang dalam tahap negosiasi, yakni untuk perumahan hingga 130 unit, sawah hingga 41,75 hektare, dan tanah tegalan hingga 7 hektare.

Salah satu kendala adalah belum adanya kesepakatan harga antara warga dengan pemegang proyek. Tanah warga dibeli dengan harga sekitar Rp200-Rp300 ribu per meter. Warga masih berharap dapat harga yang lebih baik lagi, sebab sebelumnya bisa lebih dari harga tersebut.

"Transaksi itu langsung antara pengembang dengan warga. Intinya, warga juga mendukung program bandara, tapi mereka masih menungggu, jangan-jangan harga naik. Dulu satu pekan sekali ada kenaikan, jadi merasa sayang," kata dia.

Selain faktor harga, Rohmat juga menyebut warga yang rumahnya dibeli masih harus memikirkan alternatif tempat tinggal lainnya. Terlebih lagi, ketika hendak membeli tanah di tempat lain, harganya relatif mahal.

Diharapkan ada alternatif perumahan untuk warga yang rumahnya dibeli untuk keperluan bandara. Beberapa yang menjadi pertimbangan, tidak semua warga mempunyai lahan luas, sehingga ketika dibeli dengan harga tinggi pun masih dapat uang yang besar.

Positif bagi perekonomian daerah

Rencana pembangunan bandara di Kecamatan Tarokan, Kabupaten Kediri, ternyata disambut baik pemerintah daerah. Dikatakan oleh Wakil Bupati Kediri Masykuri, proyek yang kini menjadi proyek strategis nasional kini diharapkan bisa menjadi sumber pendapatan bagi daerah.

Masykuri sempat mendengar, bandara ini rencananya akan dijadikan sebagai bandara internasional. Informasinya, akan dibangun landas pacu (runway) kurang lebih 3 kilometer. Pembangunan bandara itu juga diinformasikan sebagai alternatif bandara internasional. Dikabarkan Bandara Juanda Surabaya pada 2020 sudah melebihi kapasitas.

"`Runway` kabarnya akan dibangun kurang lebih 3 kilometer, sehingga badan pesawat berbadan lebar bisa di sini. Untuk juga antisipasi, karena katanya sesuai dengan kabar bandara juanda 2020 sudah `overload`, sudah tidak bisa ditambah lagi lahannya, makanya disiapkan di Kediri," kata dia.

Masykuri menyebut, dari informasi yang didapatkannnya untuk "groundbreaking" akan dimulai pada Maret 2019. Namun, hingga kini belum ada kabar pasti rencana tersebut.

Nampaknya pemerintah memang berupaya keras untuk membangun Jatim selatan. Sejumlah jalan tol kini sudah dibangun. Tol Jombang-Mojokerto, Kertosono-Ngawi kini sudah beroperasi secara resmi.

Bahkan, direncanakan juga akan ada pembangunan jalan tol menghubungkan Kediri-Tulungagung. Rencana itu juga disambut baik pemerintah daerah.

Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar menyebut pemerintah kota sangat antusias dengan program dari pusat tersebut. Bahkan, pemkot sedang membuat analisa apakah perlu ada jalur baru lainnya atau tidak. Hal itu berdasarkan kemungkinan terjadinya kemacetan jika nantinya bandara memang resmi dibangun.

Mas Abu, sapaan akrab Wali Kota Kediri menyebut pemerintah kota juga sedang mencoba komunikasi dengan pemerintah provinsi terkait dengan jembatan mrican. Jembatan yang melintas di atas sungai brantas itu menghubungkan Kota dan Kabupaten Kediri dengan Nganjuk. Namun, kondisi jembatan itu kini rusak dan belum diperbaiki.

"Bibir jembatan itu di kabupaten dan kota, ada yang bilang jembatan itu milik Pabrik Gula Meritjan (Kediri). Makanya saya berharap provinsi `take over` (mengambil alih) sembari urai kemacetan," kata Mas Abu.

Sekda Kabupaten Kediri Dede Sujana juga menyebut jembatan mrican tentunya bisa menjadi alternatif jalur transportasi, namun hingga kini belum ada pembahasan lebih lanjut apakah diperbaiki oleh pemerintah kabupaten, kota, atau provinsi.

Ia menyebut, jembatan itu dikatakan awalnya adalah milik PG Meritjan Kediri, namun dalam proses ke depannya belum diketahui.

Dirinya mencontohkan untuk jembatan papar di Kecamatan Papar, Kabupaten Kediri. Jembatan itu melintas di atas sungai brantas yang kewenangannya provinsi, sehingga dalam pembangunannya juga didanai oleh pemerintah provinsi.

Selama pembangunan, terdapat komunikasi yang bagus antara Pemerintah Kabupaten Nganjuk dengan Kabupaten Kediri. Jembatan itu memang menghubungkan dua daerah ini. Toh, pada hasilnya pembangunan bisa selesai dan masyarakat menikmati hasilnya dengan jalur transportasi yang lebih mudah dan cepat.

Revisi rencana tata ruang wilayah (RTRW)

Rencana pembangunan bandara di Kabupaten Kediri, setidaknya membuat pemda harus berbenah. Seperti di Kabupaten Kediri yang kini harus merevisi rencana tata ruang wilayah.

Sekda Kabupaten Kediri Dede Sujana menyebut, revisi RTRW itu juga dilakukan salah satunya karena pembangunan bandara. Setiap lima tahun sekali, RTRW di kabupaten dievaluasi.

Namun, dirinya menyebut revisi itu bukan hanya karena ada rencana pembangunan bandara, melainkan karena ada usulan sehingga dimasukkan. Saat ini, revisi itu prosesnya sudah hingga rekomendasi dari Gubernur Jatim dan dikirim ke pusat. Namun, untuk hasilnya hingga kini masih menunggu.

"Revisi RTRW itu diatur UU, paling tidak lima tahun bisa direvisi. Kami sudah lima tahun dan itu prosesnya memang seperti itu. Untuk draft (RTRW) dari kami," ujar Dede.

Awal mimpi pembangunan bandara sudah dimulai. Pemerintah kini telah menetapkan rencana pembangunan bandara itu menjadi proyek strategis nasional (PSN). Bahkan izin prinsip dari kementerian perhubungan sudah keluar.

Pihaknya optimistis dengan pembangunan bandara tingkat kesejahteraan masyarakat bisa lebih meningkat lagi.

Kabid Humas PT Gudang Garam, Tbk Kediri Iwhan Tri Cahyono enggan menjelaskan lebih dalam terkait dengan rencana pembangunan bandara tersebut.

Namun, Direktur Gudang Garam Istata Taswin Siddharta dalam konferensi pers usai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Gudang Garam di Kediri, Juni 2018 menyebut perusahaan akan tetap lanjutkan pembangunan bandara.

"Kami berencana membangun bandara dan akan `go` terus, maju terus. Jika misal ditanyakan lagi soal diversifikasi, karena rokok juga ada masanya, maka jawaban kami kegiatan membangun bandara ini bagian komitmen kami untuk masyarakat dan negara," katanya saat itu.

Ia mengharapkan, perusahaan bisa memberikan kontribusi ke masyarakat dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan.

"(Bandara) ini adalah kontribusi ke masyarakat, berpartisipasi dalam pembangunan. Jika besok maju pesat dengan bandara, syukur, kalau ternyata tidak banyak pengaruhnya, tidak masalah," ujarnya.

Pihaknya menolak untuk mengungkapkan detail anggaran untuk pembangunan bandara yang rencananya akan dibangun di Kabupaten Kediri tersebut. Ia hanya mengatakan, anggaran diestimasi antara Rp1 hingga Rp10 triliun.

"(Biaya pembangunan bandara) ini di atas Rp1 triliun, tapi tidak lebih dari Rp10 triliun dan ini estimasi kasar, karena bandara itu banyak unsur yang tidak bisa kami pastikan. Kalau misalnya buat lahan harga Rp1, akhirnya bisa jadi Rp3, 4 atau bahkan 5," kata dia.

Ia juga mengungkapkan, perusahaan sebenarnya berharap pembangunan bandara bisa dilakukan secepatnya, namun pihaknya menyadari proyek ini membutuhkan waktu, misalnya terkait dengan pembebasan tanah.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengungkapkan pemerintah mengkaji rencana pembangunan Bandara Kediri dan dimungkinkan pada 2019 akan bisa dibangun. Hal itu diungkapkannya saat menghadiri peresmian Jembatan Wijaya Kusuma di Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten Kediri, Mei 2018.

Ia mengatakan, kebutuhan tanah yang akan dimanfaatkan untuk pembangunan Bandara Kediri juga relatif. Diperkirakan luas lahan bandara tersebut sekitar 300-400 hektare.

Menhub juga menambahkan, untuk pengelolaan direncanakan juga akan dikelola oleh korporasi yang berwenang, namun apakah PT Angkasa Pura I (Persero) atau PT Angkasa Pura II (Persero), hingga kini belum diputuskan.

Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung yang juga hadir di acara tersebut mengaku awalnya tidak membayangkan di Kediri akan mempunyai bandara. Namun, dengan adanya bandara tentunya bisa membawa dampak yang positif.

Dirinya juga sangat berharap, masyarakat akan mendukung rencana ini sebab ke depan juga demi masyakat dan tidak berharap ada pihak-pihak yang sengaja mempersulit pembangunan bandara, terlebih lagi pembangunan itu sudah masuk program nasional.

Baca juga: Pembangunan ruas tol sebagai alat pemersatu bangsa
Baca juga: Progres pembangunan Kota Surabaya selama 2018

 

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2018