"Ini menjadi perhatian bagi aparat penegak hukum dalam menelusuri aspek pendanaan terorisme," kata dia, melalui keterangan tertulisnya, Kamis.
Ia juga mengingatkan, penegak hukum harus selangkah lebih maju dalam penggunaan teknologi informasi karena pelaku kejahatan transnasional dan terorisme saat ini sudah memanfaatkan kemajuan TI dalam menjalankan aksinya.
Pasalnya dari sejumlah pelaku teror yang ditangkap polisi pada 2018 terbukti memanfaatkan teknologi informasi.
Hal ini dia sampaikan saat bertemu Asisten Direktur Biro Penyelidik (FBI), Michael McGarrearty, di Melbourne, Australia, Kamis.
Ia mencontohkan, pada kasus-kasus teror yang terungkap, para pelaku memanfaatkan komunikasi lewat media sosial. “Misal pembelian barang ataupun bahan pembuatan bom yang dilakukan secara daring termasuk metode pembayarannya," katanya.
Sementara McGarrearty menekankan pentingnya memperkuat kerja sama antara kedua institusi penegak hukum terutama dalam hal penanggulangan kejahatan transnasional.
"Termasuk (penanganan) kejahatan siber, penyelundupan orang, narkotika, terorisme, dan lainnya," ujar Michael.
Namun, kata dia, khusus penanganan kejahatan terorisme perlu dikembangkan pencegahan mengingat para pelaku menjalankan aksinya sudah memanfaatkan teknologi siber.
"Khusus kejahatan teroris, pengembangan kapasitas terutama dalam mengantisipasi pemanfaatan siber oleh kelompok teror,” kata McGarrearty.
Karnavian menghadiri undangan Kepolisian Victoria sebagai pembicara dalam acara Victoria Police and Leadership in Counterterrorism Forum, di Australia.
Ia didampingi beberapa pejabat, di antaranya Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Indonesia, Inspektur Jenderal Polisi Listyo Sigit, dan beberapa lagi.
Baca juga: Kapolri: Perkembangan terorisme global ada dua gelombang
Baca juga: Indonesia-Australia bahas pencegahan kejahatan transnasional
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018