Hal itu terlihat dari elektabilitas kedua pasangan capres-cawapres sebelum dan setelah pelaksanaan Reuni 212.
"Pasca Reuni 212, elektabilitas kedua capres tidak banyak berubah dan cenderung stagnan," kata peneliti LSI Denny JA, Adjie Alfaraby di Jakarta, Rabu.
Dia menjelaskan sebelum Reuni 212, survei LSI Denny JA pada November 2018 menunjukan elektabilitas Jokowi-Ma'ruf sebesar 53,2 persen dan elektabilitas Prabowo-Sandi 31,2 persen.
Pasca-Reuni 212 menurut Adjie, survei LSI Denny JA pada Desember 2018, elektabilitas Jokowi-Ma'ruf sebesar 54,2 persen dan elektabilitas Prabowo-Sandi 30,6 persen.
"Ada lima alasan mengapa Reuni 212 tidak banyak mengubah elektabilitas kedua capres dan tidak punya efek elektoral yang signifikan," ujarnya.
Pertama menurut dia, mayoritas pemilih yang suka dengan Reuni 212 sudah memiliki sikap yang sulit dipengaruhi Habib Rizieq Shihab terutama terkait NKRI bersyariah dan seruan ganti presiden.
Dia mengatakan 83,2 persen pemilih yang suka dengan Reuni 212 menyatakan pro dengan konsep NKRI berdasarkan Pancasila dan hanya 12,8 persen yang setuju dengan NKRI bersyariah.
"Sebesar 43,6 persen dari mereka yang menyatakan memilih Jokowi-Ma'ruf dan 40,7 persen yang akan memilih Prabowo-Sandi," ujarnya.
Kedua menurut Adjie, di pemilih yang berafiliasi dengan FPI mengalami peningkatan terhadap pasangan Prabowo-Sandi misalnya di November 2018, sebesar 68,3 persen dan meningkat menjadi 74,8 persen di November 2018.
Sementara itu menurut dia, pemilih yang berafiliasi dengan PA 212 dukungan terhadap Prabowo-Sandi pada November 2018 sebesar 70,4 persen dan meningkat 82,6 persen.
"Alasan ketiga, kepuasan terhadap kinerja Jokowi secara umum masih tinggi, survei Denny JA November 2018 sebesar 72,1 persen. Sebelum Reuni 212 kepuasan terhadap kinerja Jokowi 69,4 persen," katanya.
Alasan keempat menurut dia, Ma'ruf Amin menjadi jangkar Jokowi untuk pemilih muslim yaitu terhadap isu-isu identitas yang berpotensi menggerus elektabilitas.
Dia mengatakan sebesar 65,8 persen pemilih menyatakan simbol Islam tidak bisa digunakan untuk menggerus dukungan Islam ke Jokowi karena cawapresnya adalah seorang pemimpin ulama.
"Dan hanya 17,4 persen publik menyatakan bahwa simbol Islam bisa menggerus dukungan pemilih terhadap Jokowi," katanya.
Alasan kelima menurut Adjie, pemilih menilai Jokowi bukan musuh bersama umat Islam sehingga gerakan Reuni 212 tidak bisa digunakan untuk menjadikan Jokowi sebagai musuh bersama.
Dia mengatakan 74,6 persen pemilih menyatakan Reuni 212 tidak bisa menjadikan Jokowi sebagai musuh bersama pemilih muslim dan hanya 14,5 persen yang menyatakan Reuni 212 bisa menjadikan Jokowi bisa sebagai musuh bersama pemilih muslim.
Survei LSI itu dilaksanakan pada 5-12 Desember di 34 provinsi dengan responden 1.200 orang.Survei menggunakan metode multistage random samping melalui wawancara dan tatap muka dengan kuesioner, serta tingkat kesalahan sekitar 2,8 persen.
Baca juga: LSI Denny JA: enam isu populer selama kampanye Pilpres
Baca juga: Survei LSI: Elektabilitas Jokowi-Ma'ruf masih unggul
Baca juga: Survei LSI: Penilaian korupsi meningkat terus menurun
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018