Namun, kata Hamdi Jakarta, Kamis, Pemerintah tidak perlu memonopoli soal bela negara ini, cukup memberikan rambu-rambu mana yang boleh dan mana yang tidak boleh.
"Mengenai bentuk kegiatan, metode, dan cara-cara bela negara serahkan saja ke elemen-elemen masyarakat," ujarnya.
Yang terpenting, menurut Hamdi adalah membangkitkan dan mendorong kreativitas masyarakat agar memiliki rasa cinta terhadap bangsanya dan terbentengi dari hal-hal negatif.
Menurut dia, di zaman sekarang ancaman terhadap kedaulatan negara lebih banyak datang dalam bentuk ekonomi, politik, kebudayaan, teknologi, energi, pangan dan sebagainya.
Untuk itu, masing-masing anak bangsa harus ikut berkontribusi sesuai dengan peran dan kemampuannya dalam seluruh sektor.
"Perkuat dulu di dalam, baru setelah itu kita bisa punya daya tawar dalam hubungan luar negeri," ujar anggota kelompok ahli Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ini.
Di sisi lain, menurut Hamdi, faktor-faktor yang bisa melemahkan persatuan bangsa juga harus dihindari. Di bidang politik, misalnya, politik identitas yang membawa-bawa suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) harus dilawan.
"Sebagai bangsa, kita punya kelemahan yang agak krusial," kata Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia ini.
Pertama, kurangnya rasa saling percaya sesama anak bangsa, selalu mudah curiga, apalagi kalau dibawa ke faktor SARA. Kedua kepedulian, dan ketiga kurang punya etika publik terkait hak dan kewajiban sebagai warga negara.
"Kelemahan ini yang harus diatasi supaya semangat bela bangsa bisa diletakkan dalam tiga aspek ini," katanya.
Baca juga: Umat Islam dan bela negara
Baca juga: Banyak cara wujudkan aksi bela negara
Baca juga: Kemendagri serukan Pemda laksanakan rencana aksi bela negara
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2018