Salah satu daerah yang sering menjadi sorotan tentang persoalan tingginya pernikahan dini adalah Kabupaten Hulu Sungai Utara, yang merupakan wilayah dengan topografi 90 persen lebih berupa kawasan rawa.
Sebelum 2016, angka perkawinan usia anak di Kabupaten Hulu Sungai Utara termasuk tertinggi di Kalimantan Selatan.
Stigma sosial, tekanan ekonomi, dan kemudahan informasi menjadi penyebab tingginya angka perkawinan usia anak di samping rendahnya tingkat pendidikan.
Kondisi tersebut bukan hanya membuat angka kemiskinan di daerah sulit untuk ditekan, tetapi juga mengancam keberlangsung sumber daya manusia di daerah.
Sadar terhadap kondisi tersebut, akhirnya sejak 2017 Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Utara fokus dengan program peningkatan sumber daya manusia dan menyatakan "perang terhadap pernikahan dini".
Pemerintah kabupaten setempat sadar, selain mewariskan sumber daya ekonomi yang lestari, mewariskan generasi yang tangguh dan kuat, baik fisik, mental, maupun pendidikan, jauh lebih penting daripada segalanya.
Kesadaran tersebut memberikan kekuatan bagi pemerintah, generasi muda, masyarakat, dan pihak terkait lainnya untuk memerangi perkawinan usia anak.
Pada 2016, tingkat perkawinan usia anak di daerah itu sekitar 70 persen dari total remaja di daerah itu. Namun, sejak 2017 jumlah tersebut menurun drastis.
Berdasarkan data 2017, jumlah penduduk yang melangsungkan perkawinan di bawah usia 20 tahun 651 jiwa, pada 2018 turun 173 jiwa menjadi 478 jiwa.
Tahun 2017, warga yang melakukan perkawinan di bawah usia 20 tahun terdiri atas 586 perempuan dan 65 laki laki.
Terbanyak di Kecamatan Amuntai Tengah 110 jiwa, sedangkan pada 2018 terdiri atas perempuan 415 jiwa dan laki laki 63 jiwa.
Dalam waktu hanya setahun, jumlah warga yang kawin di bawah usia 20 tahun bisa dikurangi 173 jiwa.
Jumlah penduduk usia anak di daerah itu cukup besar, yakni sekitar 38,35 persen dari 231.594 jiwa penduduk Hulu Sungai Utara. Penduduk setempat terdiri atas 114.088 laki-laki dan 117.505 perempuan (BPS 2017).
Usia 10-14 tahun berdasarkan proyeksi BPS berjumlah 22.963 jiwa dan usia 15-19 tahun 21.161 jiwa.
Kini Hulu Sungai Utara menjadi daerah di Kalsel yang terendah angka pernihakan dininya.
Badan Pemberdayaan Perempuan
Guna memenuhi hak anak yang cukup besar tersebut, pada 2014 dibentuk Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BPPPA) yang kemudian diubah menjadi dinas pada 2016.
Pemkab Hulu Sungai Utara menerbitkan Perda Nomor 3 Tahun 2016 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak, Perda Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kabupaten Layak Anak dan Perda Nomor 782 Tahun 2016 tentang Rencana Aksi Daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Pencegahan perkawinan usia anak dilakukan pemkab setempat melalui sosialisasi dan penyuluhan, pelatihan kader, organisasi masyarakat, penyuluh agama dan keluarga berencana, serta membentuk Forum Anak dan melaksanakan aksi forum anak untuk pencegahan perkawinan usia anak.
Selain itu, membentuk Pusat Informasi dan Konsultasi (PIK) keluarga di semua desa dan kelurahan.
Guna memfasilitasi kelembagaan di desa dan kelurahan, dibentuk Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) "Agung Berseri".
Pusat Informasi dan Konsultasi Keluarga untuk memberikan layanan konsultasi bagi keluarga yang memiliki masalah, memberikan layanan rujukan dan informasi tentang pusat pusat layanan keluarga, dan memberikan layanan pendampingan bagi korban.
Pusat informasi itu juga sarana memperoleh informasi pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan keluarga.
Terkait dengan pembentukan PIK Keluarga, pada 2015 Pemkab Hulu Sungai Utara mendapat penghargaan dari MURI sebagai pelopor dan pemerkasa PIK Keluarga.
Pemkab setempat juga memperoleh penghargaan Kabupaten Layak Anak (KLA) tingkat Pratama pada 2017 dan tingkat Madya pada 2018.
Dinas Pemberdayan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kabupaten Hulu Sungai Utara juga membentuk Puspaga yang berfungsi memberikan konseling KMRT, anak bermasalah, komunitas anak, konseling keluarga, dan pengasuhan anak panti.
Selain itu, instansi itu juga memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk melakukan konseling pranikah.
Konseling puspaga selama 2017 sebanyak 171 kali, sedangkan konseling pranikah hingga September 2018 sebanyak 269 kali.
Dinas Pemberdayan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kabupaten Hulu Sungai Utara mengadakan nota kesepahaman dengan Kementerian Agama Kabupaten Hulu Sungai Utara. Kerja sama itu, agar setiap calon pengantin melakukan konseling ke Puspaga "Agung Berseri" di Kelurahan Sungai Malang, Kecamatan Amuntai.
Kantor Urusan Agama memberikan surat pengantar kepada setiap calon pengantin untuk melakukan konseling calon pengantin ke Puspaga.
Pengantin yang belum cukup usia tidak akan mendapat surat rekomendasi dari Puspaga. Jika, terpaksa dikawinkan, harus mendapat pendampingan dan bersedia menunda kehamilan.
Bila orang tua bersikeras mengawinkan anak pada usia anak, Kementerian Agama akan mengeluarkan surat dispensasi kepada si anak, sehingga dapat melangsungkan perkawinan dengan rujukan ke Pengadilan Agama untuk disidang.
Data 2017, pernikahan usia anak yang mendapat dispensasi kawin 24 perkara, sedangkan September 2018 turun menjadi 15 perkara.
Perceraian anak pada 2017 sebanyak dua perkara, sedang selama 2018 hanya satu perkara.
Pada awal 2018, melalui Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, Pemkab Hulu Sungai Utara menambah sekitar 40 Petugas Penyuluh KB guna mengoptimalkan sosialisasi ke masyarakat.
Guna lebih efektif mendekati generasi muda, juga dibentuk PIK Remaja dan pemilihan Duta Genre. Selain itu, dilakukan sosialisasi teman sebaya dan kegiatan lainnya.
Sosialisasi
Program inovasi berupa sosialisasi pencegahan juga dilakukan sejak 2016 yang dihadiri para orang tua, aparat desa, anggota PKK, tokoh masyarakat dan agama.
Dinas Pemberdayan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kabupaten Hulu Sungai Utara juga membuat data untuk memonitor pembangunan berbasis hak anak, yaitu memiliki data terpilah gender dan anak.
Data ini berisi tentang gender dan anak yang telah dilaksanakan di Kabupaten Hulu Sungai Utara, meliputi data kependudukan, kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan ketenagakerjaan.
Selain itu, data bidang politik dan pengambilan keputusan, data anak, dan data lembaga pengarusutamaan gender serta anak.
Capaian pembangunan keseteraan gender dan anak bisa tergambar melalui data itu.
Berbagai upaya pencegahan perkawinan usia anak untuk menyadarkan dan memotivasi semua elemen pemerintah dan masyarakat, karena perkawinan usia anak merupakan permasalahan yang multi dimensional.
Penanganan atas persoalan itu perlu kolaborasi semua pihak, termasuk orang tua, guru, kepala desa/lurah, hingga camat.
Upaya penegakan hukum juga secara bertahap dilakukan agar para orang tua berpikir dua kali untuk menikahkan anak mereka yang belum cukup umur.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 dikatakan bahwa usia anak sampai 18 tahun, sedangkan UU tentang perkawinan pada 1974 pada Bab II pasal 7 ayat 1, pria hanya diizinkan kawin saat mencapai usia 19 tahun dan perempuan 16 tahun.
Kerja keras pemerintah, masyarakat, dan seluruh pihak terkait ternyata mampu memecahkan persoalan paling sulit dan penting di daerah tersebut.
Berbagai upaya tersebut bisa menjadi rujukan pemerintah daerah lainnya di Kalsel untuk melakukan upaya yang sama.
Kini, saatnya Kalsel bangkit dengan menghindarkan para remaja dan generasi muda dari berbagai persoalan sosial yang mungkin terjadi.
Hanya dengan menjaga generasi muda, maka keberlangsungan pembangunan dan kejayaan Kalsel akan terjaga dan bisa melesat mengejar kemajuan pembangunan daerah lainnya.
Guna mengapresiasi semangat Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Utara dalam mewariskan generasi yang tangguh untuk negeri, Lembaga Kantor Berita Nasional Antara, satu-satunya kantor berita negara, akan memberikan penghargaan kepada Pemerintah Hulu Sungai Utara yang telah sukses menekan angka pernikahan dini.
Soekarno berkata, "Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia".*
Baca juga: Pernikahan dini berkorelasi terhadap perceraian
Baca juga: Kalteng tingkatkan sosialisasi cegah pernikahan dini
Pewarta: Ulul Maskuriah dan Eddi Abdillah
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018