Berikut tanggapan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengenai pasca divestasi saham Freeport Indonesia:Pasti untung kok. Ini visi dari sekarang sampai ke depan
Kalau 2021 stop kan bisa diambil secara gratis, atau malah seperti 'beli lagi rumah sendiri?
"Kalau ada yang bilang proses ini seperti beli lagi rumah sendiri, pasti belum baca UU Minerba no 4 tahun 2009. Belum juga baca PP-nya, atau belum baca good mining pratice, ini beda dengan operasi hulu migas, bukan seperti Rokan atau Blok Mahakam, ini jauh berbeda. Mahakam itu semua investasinya cost recovery, semua investasinya sepanjang disetujui oleh negara boleh dilakukan, semua instalasi hulu migas itu milik negara. Misal Pertamina Hulu Energi, Pertamina Hulu Mahakam, itu semua asetnya bukan milik Pertamina, tapi milik negara lho. Investasi ini cost recovery yang dibiayai oleh APBN. Kalau pertambangan, misal Kontrak Karya seperti Freeport dan lainnya, kecuali PKP2B generasi 1 dan satu plus asetnya milik negara, selain itu semua investasi Kontrak Karya kebanyakan investasi sendiri, termasuk Freeport. Ini adalah koorporasi sendiri bisa dinilai enam miliar dolar AS atau lebih."
Ini kan total nilainya Rp60 triliun kenapa cuma dibeli sekitar Rp40 - 50 triliun?
"Waktu dinilai itu kurs-nya dalam dolar, mungkin waktu itu kursnya kisaran 10 ribu rupiah lha sekarang kan kursnya hampir 15 ribu, ini mau pakai kurs yang mana."
Kenapa investasi Freeport ini harus dibeli?
"Karena investasinya ini bukan punya kita bukan tambangnya dibeli, tambangnya milik negara, semua tambang milik negara, tapi investasinya adalah milik mereka. Orang yang mengelola apakah kontrak karya atau IUPK, adalah orang yang diberi konsesi mengelola, tapi asetnya ya milik mereka, tambang punya negara.”
Bagaimana asetnya, jika tahun 2021 Freeport off?
“Misal ok, 2021 off mereka (Freeport) pergi, ok lalu mereka tanya, asetnya dibayar ga? tetap dibayar, lalu panggil valuation, terus kita janjian sama Freeport, tapi tolong operasionalnya jangan di-break, tetap jalan. Kalau skema itu terjadi bisa tidak? bisa saja. Tapi paling asetnya juga dinilai nanti senilai 6-8 miliar dolar AS, trus kita ambil sahamnya 51 persen, kan jadinya sama saja. Mesti ingat. kalau akuisisi mayoritas itu pasti bayarnya lebih, beda kalau akuisisi yang dapat hanya minoritas. Sebab kalau kita mayoritas kita berhak menentukan pengurus juga, berhak ikut mengelola bersama. Ini yang bisa dipahami. “
Modal Rp56 triliun (biaya saham Freeport) besar, tapi dinilai itu hanya didapat dengan dana utang, apa komentarnya ?
“Satu, komentar saya, jika ada yang komentar seperti itu, pasti dia tidak pernah berbisnis secara global. kan boleh saya juga komentar.
Kedua, memang ini salah satu modal investasi yang terbesar dalam 10 tahun ini di Asia jika dilihat dari cross border m and a, karena sudah jarang sejak krisis 2008 ada yang investasi sebesar itu. Kalau ditanya akusisi ini dengan utang saja bangga? ini akan ada dua hal satu tentang akuisisi dulu, akuisisi ini dapat uang dari mana ini hal yang berbeda lagi. Kalau dulu Inalum juga tidak diselesaikan, tahun 2013, zaman pemerintahan Pak SBY, Inalum juga tidak mungkin bisa mencari utang yang begitu besar.
Kalau mau ngomong soal bangganya, begini, 'memangnya perusahaan anda bisa cari utang tanpa jaminan sebesar 3,8 miliar dolar AS sekaligus?' menurut saya tidak akan banyak yang bisa. Pertamina mungkin yang bisa. Ini tanpa ada jaminan lho, yang dijaminkan adalah satu bukan saham yang akan diambil dari Freeport McMoran, dan Rio Tinto, ini tidak ada jaminan. Tambang tidak boleh dijaminkan, itu milik negara. Kalau dulu Inalum tidak dimiliki oleh pemerintah Indonesia yang terjadi transaksi tahun 2013, Inalum tidak mungkin cari utang sebesar itu, 3,8 miliar dolar AS.”
Kenapa tidak dibayar pakai APBN?
"Ini pertanyaan bagus, kalau arahnya ke situ bagus. Kalau nilai uang sekarang kan Rp50 triliun, bisa tidak bayar pakai APBN? menurut saya kalau mau dipotong investasi pembangunan Indonesia, belanja modal pemerintah, dan ya bisa saja, kan nilainya semua Rp2.000 ribu triliun lebih. Tapi nanti akan mengganggu perekonomian nasional, akan mengganggu pemerataan pembangunan nasional, bisa sangat mengganggu karena sudah dicanangkan."
Kenapa utangnya dari luar negeri?
“Konsorsium bank besar yang beroperasi di Indonesia saya yakin kalau Rp50-60 triliun pasti bisa, saya yakin bisa, nah kita menghindari ini supaya tidak ada kontraksi, kalau dipinjamkan ini Rp60 triliun atau 6 miliar dolar AS bisa tidak, bisa, kemudian uangnya dibawa pergi, nah mungkin bisa mempengaruhi kurs rupiah lagi. Makanya kita pinjam dari luar negeri supaya uangnya (dolar) bisa masuk."
Secara bisnis, apa keuntungan dari investasi beli saham Freeport ini?
"Ketika mau beli ini arahan Presiden ada empat, satu Indonesia harus saham 51 persen, kedua harus bangun smelter, ok sudah jalan, ketiga penerimaan negara lebih besar secara keseluruhan. Keempat, ya harus ubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Kalau izin itu berarti kita yang kasih. kalau kontrak berarti satu level kan. Ada satu lagi sebenarnya yang tidak ditulis di dalamnya atau tidak dimandatkan Presiden secara formal itu apa? Presiden tanya ke kami, 'Ini sebenarnya kalau kita ambil, menguntungkan atau tidak sih? jangan-jangan rugi?' kami jawab, kita yakin kan kalau kendaraan listrik itu akan berkembang pesat di masa depan. Ya jawabannya itu. Kalau kita yakin kendaraan listrik akan berkembang pesat di dunia, pasti membutuhkan tembaga dalam jumlah yang besar. Kedua, kalau kendaraan listrik pesat, maka infrastruktur listrik dunia kan bertambah, kan hasil tambang ini (Freeport) kalau diolah jadi copper mate atau batangan copper kan diekspor juga, ini bisa jadi inti kabel dan sebagainya yang mendukung instalasi listrik tersebut. Dengan melihat itu, saya kira Inalum punya konsultan sendiri, menguntungkan atau tidak. Pasti untung kok. Ini visi dari sekarang sampai ke depan."
"Ini misalnya, Pak Presiden bilang ke saya, 'daripada 51 persen saham ini bikin ribut, mending dikasihkan ke saya, terserah dapat utang dari mana, tapi pilihannya saya harus berhenti jadi menteri.' saya akan jawab, pasti saya memilih berhenti jadi menteri, dan mau mengambil saham 51 persen itu, karena ini menguntungkan sekali."
Baca juga: PENA 98 apresiasi pemerintahan Jokowi atas Freeport
Baca juga: Inalum : divestasi Freeport tidak seperti beli "barang sendiri"
Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018