"Kami mohon, di luar peruntukan fasilitas umum seperti pelabuhan, bandar udara dan jaringan jalan agar ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Maritim untuk perlindungan adat dan budaya maritim masyarakat Bali yang berdasarkan Tri Hita Karana," kata Koster saat memberikan keterangan pada awak media, di Denpasar, Jumat.
Menurut Koster, selain tidak sesuai dengan visi Pembangunan Bali "Nangun Sat Kerthi Loka Bali", dasar usulan Gubernur Bali untuk mengubah Perpres Nomor 51 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan, adalah konsiderannya mengingat yang dipakai sebagai dasar hukum pembentukan Perpres 51 Tahun 2014 antara lain UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang pada intinya hanya mengatur penataan ruang di wilayah darat, sedangkan Kawasan Teluk Benoa merupakan kawasan perairan.
Dalam surat bernomor 523/1863/Sekret/Dislautkan perihal Usulan Perubahan Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 itu, Koster juga memohon agar Presiden memerintahkan Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Kehutanan untuk tidak menerbitkan izin lingkungan (Amdal) bagi setiap orang yang mengajukan permohonan izin pelaksanaan reklamasi di Perairan Teluk Benoa, di luar peruntukan fasilitas umum yang dibangun pemerintah. Karena tidak selaras dengan adat dan budaya masyarakat Bali.
Surat kepada Presiden Iangsung diserahkan oleh Gubernur Bali kepada Sekretaris Kabinet Rl Pramono Anung pada 28 Desember 2018, pukul 09.00 Wita di ruang kerjanya di Kantor Sektretariat Kabinet, Jakarta.
Surat tersebut sebelumnya disusun oleh tim pada 20 Desember lalu dan ditandatangani pada 21 Desember 2018. Namun baru bisa diserahkan kepada Sekretaris Kabinet pada 28 Desember, karena Pramono Anung baru pulang dari tugas ke luar negeri pada 27 Desember malam.
Dasar usulan perubahan Perpres 51/2014, lanjut dia, juga mengacu pada Keputusan Pesamuhan Sabha Pandita PHDl Pusat Nomor 03/Sabha Pandita/IV/2016 tanggal 9 April 2016 bahwa Kawasan Perairan Teluk Benoa merupakan kawasan suci dan tempat suci.
"Secara sosiologis, perubahan kawasan konservasi menjadi kawasan penyangga yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata. Pengembangan ekonomi dan permukiman telah menimbulkan penolakan keras dari masyarakat adat pada khususnya dan masyarakat Bali pada umumnya," ucapnya.
Gubernur Koster pada prinsipnya menyatakan sikap tetap menolak reklamasi Teluk Benoa karena tidak sesuai dengan visi pembangunan Bali untuk lima tahun ke ?depan.
"Sesuai dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali, pelaksanaan kebijakan dan program pembangunan Bali harus melestarikan alam, manusia dan budaya Bali secara sekala (fisik) dan niskala (rohani)," katanya.
Pembangunan Bali, tambah Koster. juga dilakukan untuk menyeimbangkan pengembangan perekonomian antarwilayah Bali Utara, Bali Selatan, Bali Barat dan Bali Timur, guna meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat secara adil dan merata,
Turut juga mendampingi dalam kesempatan itu Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati, Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra, Kadis Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali Made Gunaja serta Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi Bali Dewa Gede Mahendra Putra.
Baca juga: DPRD Bali tolak reklamasi Teluk Benoa
Baca juga: Warga Bali gelar aksi tolak reklamasi Benoa
Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2018