"Tidak ada penyelesaian konflik agraria secara menyeluruh. Kalau kita bicara reforma agraria seharusnya itu mengacu pada TAP MPR Nomor 9 Tahun 2001 tentang pembaharuan agraria dan sumber daya alam," ujar Ketua Bidang Manajemen Pengetahuan YLBHI Siti Rakhma Mary Herwati dalam Catatan Hukum dan HAM 2018 di Kantor YLBHI, Jakarta, Selasa.
Menurut dia, reforma agraria setelah 1998 justru banyak mengkriminalkan masyarakat dan konflik tidak terselesaikan karena pemerintah tidak mau memberikan lahan yang masih dalam konflik kepada masyarakat.
Selain itu, untuk konflik perusahaan dan masyarakat, perusahaan tidak ada yang rela memberikan lahannya kepada masyarakat sehingga diambillah solusi kemitraan atau plasma yang ditolak oleh masyarakat.
Masyarakat menolak karena yang diminta adalah hak atas tanah, bukan kemitraan sehingga persoalan-persoalan konflik perusahaan dan masyarakat tidak terselesaikan.
Reforma agraria yang terjadi sekarang, disebutnya hanya sertifikasi yang diberikan kepada tanah milik warga sendiri dan tidak menjawab persoalan sengketa tanah.
Siti Rakhma Mary mencontohkan untuk pihak yang secara sejarah tanahnya diambil oleh Perhutani ditawarkan solusi perhutanan sosial yang tidak bisa menyelesaikan masalah.
Siti Rakhma Mary mengatakan yang dinamakan reforma agraria adalah perubahan struktur ketimpangan penguasaan lahan yang juga harus didasarkan pada pendataan lahan secara menyeluruh.
Reforma agraria, kata dia, seharusnya dimulai dari penyelesaian konflik dengan berdasarkan hak-hak masyarakat, kemudian ketika tanah telah diperjuangkan menjadi tanah negara bebas, selanjutnya didistribusikan kembali ke masyarakat yang dulu kehilangan tanahnya.
Sementara itu, dari data-data kasus Yayasan LBH Indonesia, kasus agraria meningkat dari tahun 2017 ke 2018. Pada 2018, YLBHI menangani 300 kasus konflik agraria di 16 provinsi dengan luas lahan konflik mencapai 488.404 hektare.
Baca juga: ILR dorong capres-cawapres prioritaskan isu HAM
Baca juga: Konflik agraria banyak diadukan sepanjang 2018
Baca juga: 10 pelanggaran HAM berat belum ditindaklanjuti Jaksa Agung
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019