Diplomasi kemanusiaan dalam krisis Rohingya

14 Januari 2019 15:21 WIB
Diplomasi kemanusiaan dalam krisis Rohingya
Pengungsi etnis Rohingya beraktifitas di tempat penampungan sementara area SKB Cot Gapu, Kabupaten Bireuen, Aceh, Jumat (28/12/2018). Sebanyak 21 orang dari dari 79 orang pengungsi Rohingya terdiri 14 laki-laki dewasa, Empat perempuan dan Tiga anak anak dilaporkan kabur melarikan diri dari penampungan di kabupaten itu. (ANTARA FOTO/RAHMAD)
 Oleh Berlian Helmy *)

Konflik kekerasan yang melanda warga Etnis Rohingya di Myanmar hingga kini masih menyisakan penyelesaian yang pelik.

Etnis Rohingya sebagai korban persekusi militer Myanmar merupakan sekumpulan masyarakat beragama Islam yang menjadi minoritas dari bagian penduduk Myanmar dengan mayoritas utama, yaitu pemeluk agama Budha.

Menurut para warga yang telah meninggalkan wilayah Rakhine, peristiwa kekerasan tersebut merupakan aksi yang dilakukan oleh aparat militer Myanmar dan kelompok masyarakat Budha dengan menghancurkan desa-desa mereka, menyerang, dan membunuh warga sipil yang ada agar mengeluarkan diri mereka segera.

Berbagai aspirasi dari pemimpin dunia kemudian muncul setelah pemberitaan konflik tersebut menjadi sorotan dunia. Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduknya merupakan pemeluk agama Islam perlu melakukan suatu sumbangan guna menyelesaikan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) itu.

Melalui Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, pemerintah Indonesia menyampaikan pentingnya peran Organisasi Kerja Sama Islam untuk membantu secara inklusif pembangunan di Rakhine, Myanmar.

Hal ini disampaikan pada Konferensi Luar Biasa Tingkat Menteri OKI di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 19 Januari 2017. Tindakan tersebut menunjukkan bahwa Indonesia selalu sigap memberikan respons dalam setiap kasus pelanggaran HAM yang terjadi.

Selain itu, Indonesia juga memberikan cerminan sebagai anggota OKI yang aktif memberikan kritik dan saran yang harus ditempuh OKI sebagai organisasi yang dinilai memiliki kewajiban menaungi setiap warga Muslim dunia.

Selain mendorong OKI agar turut membantu menyelesaikan konflik tersebut, pemerintah Indonesia juga memfasilitasi masyarakat Etnis Rohingya yang mengungsi keluar dari wilayahnya untuk menetap sementara di Indonesia.

Hal tersebut nampak melalui data pengungsi Rohingya yang menempati rumah penampungan di Bayeun, Kabupaten Aceh Timur, sebanyak 35 orang. Di Aceh Utara, terdapat 25 orang warga Etnis Rohingya menghuni rumah penampungan yang ada di Blang Adoe.

Fasilitas tersebut diberikan tanpa persyaratan apapun sebagai wujud kepedulian Indonesia kepada nasib kehidupan warga Rohingya yang ditelantarkan oleh negaranya sendiri.

Tak hanya menampung para pengungsi Rohingya, Indonesia bahkan menjadi satu-satunya perwakilan negara yang diterima untuk melakukan pembicaraan mengenai penyelesaian konflik kemanusiaan itu secara bilateral oleh Myanmar.

Melalui kehadiran Menlu Retno Marsudi, diplomasi dalam kunjungannya ke Myanmar turut diiringi dengan menyelenggarakan dialog dengan penasihat Pemerintah Myanmar Aung San Suu Kyi. Pemerintah telah menempuh berbagai upaya yang akan mendorong pemerintah Myanmar agar segera memulihkan keamanan dan stabilitas di Negara Bagian Rakhine.

Kemudian Retno meminta agar pihak Negara Bagian Rakhine menghentikan segala bentuk aksi kekerasan serta memberikan perlindungan keamanan secara inklusif, dan menghargai HAM yang dimiliki oleh masyarakat Rakhine yang dalam konflik ini banyak korbannya merupakan warga Muslim. Pertemuan dengan penasehat Pemerintah Myanmar tersebut terjadi pada awal September 2017.

Upaya tersebut dinilai merupakan langkah tepat yang dapat ditempuh pemerintah Indonesia melalui jalur diplomasi bilateral secara damai. Pascadialog kedua perwakilan tersebut, Myanmar diharapkan dapat membuka dirinya untuk bertanggung jawab dalam melindungi setiap warga negaranya tanpa memandang perbedaan keyakinan minoritas masyarakatnya.

Menlu Indonesia juga mengupayakan terus aktif berkomunikasi dengan Antonio Guterres selaku Sekjen PBB guna membahas situasi Rakhine setelah kunjungannya ke Myanmar.

Urgensi langkah penyelesaian guna mengatasi peningkatan ketegangan yang terjadi antarmasyarakat Rakhine yang kemudian turut berimbas pada lambatnya pendistribusian bantuan kepada masyarakat tersebut juga disampaikan Retno kepada Sekjen PBB melalui pertemuannya.

Atas langkah yang ditempuh Pemerintah Indonesia melalui Menteri Luar Negerinya, Sekjen PBB bahkan memberikan apresiasi kepada Indonesia yang selama ini turut menjaga perdamaian dan stabilitas global. Apresiasi tersebut disampaikan oleh Sekjen PBB usai pertemuannya dengan Menlu Retno Marsudi melalui pemaparannya "Sekjen PBB mengapresiasi kontribusi dan kerja sama Indonesia dengan PBB selama ini dalam menjaga perdamaian dan stabilitas global".

Pemberian apresiasi tersebut diharapkan sejalan dengan langkah yang akan ditempuh PBB guna membantu menyelesaikan konflik Rohingya yang masih terjadi.

Tak hanya melalui jalur diplomasi secara langsung dengan mengutus Menteri Luar Negeri, Indonesia juga turut memberikan bantuan secara konkret. Bantuan tersebut berupa bantuan kemanusiaan yang disalurkan melalui aliansi lembaga swadaya masyarakat pada bidang humaniter yang telah diresmikan oleh Menlu Retno Marsudi.

Aliansi tersebut telah memberikan bantuan berupa program Humanitarian Assistance for Sustainable Community (HASCO) bekerja sama dengan organisasi internasional serta pemerintah Myanmar.

Program bantuan itu dilaksanakan selama dua tahun sejak 2017 dengan fokus utama pada empat sektor, yakni pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan humanitarian relief. Selain dalam bentuk bantuan tersebut, pemerintah Indonesia turut menyumbangkan pembangunan rumah sakit di Rakhine.

Pembangunan rumah sakit tersebut bertujuan sebagai stimulus pembangunan konstruktif bagi pemulihan masyarakat Rakhine yang menjadi salah satu bentuk komitmen Indonesia. Dengan bantuan yang telah dikucurkan pemerintah Indonesia secara langsung tersebut diharapkan dapat membantu kondisi masyarakat Rohingya yang membutuhkan penanganan secara real dan dapat diakses langsung tanpa harus mengungsi ke wilayah lain terlebih dahulu.

Dengan turun tangannya Indonesia melalui pengutusan Menteri Luar Negerinya, perkembangan kondisi para warga Etnis Rohingya kini diharapkan dapat membantu menurunkan ketegangan konflik yang masih berlangsung dan tidak luput dari perhatian dunia internasional.

Konflik kekerasan yang memakan banyak korban dari warga Etnis Rohingya tersebut tergolong kejahatan HAM berat, bahkan termasuk dalam tindak kekerasan genosida. Melalui langkah yang telah ditempuh RI kepada PBB diharapkan dapat segera menghentikan konflik tersebut, serta menyelamatkan jumlah korban Rohingya yang masih mengungsi ke berbagai negara, seperti Bangladesh, Malaysia, termasuk di Indonesia.*

*) Penulis adalah Direktur Ideologi dan Politik Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI.


Baca juga: Kepala perwakilan PBB di Myanmar khawatirkan bentrokan di Rakhine

Baca juga: Dokter Turki "hidupkan kembali" bayi kembar Rohingya

Baca juga: UNHCR sesalkan pendeportasian Rohingya oleh India


 

Pewarta: -
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019