"Saat ini banyak beredar berita bohong (hoaks), sikap antitoleransi, antiNKRI, ini salah satu bibit radikalisme," kata Suhardi Alius di Tangerang, Banten, Rabu.
Suhardi mengatakan hal itu pada acara bertajuk "Peran Tokoh Agama Dalam Rangka Deteksi dan Pencegahan Dini Terhadap Terorisme dan Radikalisme" di Puspemkab Tangerang.
Dalam acara tersebut hadir Wakapolda Banten, Brigjen Tomex Kurniawan, Binmas Polri Brigjen Edi Setio Budi, Kapolresta Tangerang Kombes Sabilul Alif, Ketua MUI Kabupaten Tangerang, Ues Nanawi, Bupati Ahmed Zaki Iskandar.
Sebagai narasumber lain acara tersebut yakni Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta, KH. Nazarudin Umar dan dihadiri ratusan ulama setempat.
Bahkan saat ini, katanya, perang kepentingan melalui media sosial sangat marak maka perlu hati-hati terhadap konten negatif.
"Belakangan ini tingkat kepatuhan dan ketaatan anak dan remaja pada peraturan sangat kurang, hal tersebut salah satunya karena banyak pengaruh dari medsos," katanya.
Dalam pembinaan mantan teroris dan keluarga tidak perlu lagi dengan cara kekerasan tapi mengunakan pendekatan keagamaan dengan melibatkan ulama.
Suhardi pernah mengunjungi Desa Tenggulun, Kabupaten Lamongan Jawa Timur, di tempat itu terdapat sekitar 130 orang mantan teroris dan keluarga Amrozi kasus bom Bali, mereka menyambut positif meski awalnya kedatangannya ditolak.
Menurut dia, bila ada remaja yang mengikuti pertemuan secara tertutup dan ada pembimbing, maka perlu dicurigai karena khawatir ada pelajaran yang diberikan untuk "cuci otak" mereka.
Namun para mantan teroris tersebut sering dijadikan sebagai narasumber sebagai pembicara pencegahan dini terhadap tindakan radikalisme.
Suhardi juga memutarkan sejumlah video pada acara tersebut tentang adanya anak laki-laki dan perempuan yang dilatih berperang dengan alasan jihad.
Bahkan juga diperlihatkan seorang anak membawa bom yang dililitkan pada pinggang untuk aksi bunuh diri seperti yang terjadi di Surabaya, Jawa Timur.
Suhardi juga pernah menyampaikan tentang pemberantasan teroris dalam forum internasional bahwa perlu pendekatan kelembutan untuk memeranginya, bukan dengan cara kekerasan.
"Bila melalui sentuhan kelembutan, niscaya teroris dan keluarga akan berpikir ulang atau merekrut yang lain untuk melakukan tindakan serupa," kata mantan juru bicara Polri itu.
Baca juga: BNPT beri masukan kepada Jokowi soal penanganan terorisme
Baca juga: Kepala BNPT beri wawasan kebangsaan di Rapimnas Ditjen Pajak
Pewarta: Adityawarman
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019