• Beranda
  • Berita
  • Akademisi kritisi media yang tidak munculkan pelanggan VA

Akademisi kritisi media yang tidak munculkan pelanggan VA

24 Januari 2019 16:44 WIB
Akademisi kritisi media yang tidak munculkan pelanggan VA
Menterinya Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise (tiga dari kanan) berfoto bersama setelah berbicara dalam diskusi Perang Terhadap Prostitusi Online dan Kejahatan pada Perempuan di Jakarta, Kamis (24/1/2019). (Antara/Virna P Setyorini)

Pengguna VA itu tidak pernah muncul oleh media. Sebenarnya siapa dia, apa benar berinisial R? Apa benar dia pengusaha tambang tinggalnya di Jakarta?

Jakarta (ANTARA News) - Akademisi Universitas Indonesia Ade Armando mengkritisi kinerja media massa yang banyak  mengekspose prostitusi daring dari sisi Vanessa Angel saja tapi tidak pernah memunculkan penggunaanya. 

 

“Pengguna VA itu tidak pernah muncul oleh media. Sebenarnya siapa dia, apa benar berinisial R? Apa benar dia pengusaha tambang tinggalnya di Jakarta? tanya Ade dalam diskusi Perang Terhadap Prostitusi Online dan Kejahatan pada Perempuan di Jakarta, Kamis. 

 

Ia menyayangkan kasus-kasus prostitusi seperti ini hanya menjerat sampai mucikarinya saja. Harapannya hukuman dapat diperluas, dengan membalik pelaku dijerat dengan hukuman lebih ringan, sedangkan penggunanya dihukum berat. 

 

Menurut dia, DPR bersama pemerintah harus benar-benar memperjuangankan agar Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (UU PKS) disahkan dan menyatakan penolakan tegas terhadap praktik prostitusi. Sekaligus membenahi pasal-pasal terkait kekerasan seksual yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). 

 

Kasus prostitusi daring yang menjerat artis VA menjadi gambaran di mana, uang tidak menjerat pelanggan, tetapi hanya penyedia jasa saja. 


Baca juga: Ditetapkan sebagai tersangka, Vanessa Angel makin tertekan
 

“Bahkan tidak muncul di koran. Tidak ada yang membuka itu, yang dibuka hanya daftar pelaku prostitusi daring beserta tarifnya,” katanya. 

 

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian mengatakan media massa yang “menghukum” terlebih dulu pelaku prostitusi daring dengan membuka daftar nama dan tarifnya memang menjadi pro dan kontra. 

 

Menurut dia, hal yang menjadi pekerjaan rumah adalah bagaimana mengungkap praktik prostitusi daring ini seiring kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi. Bagaimana aparat dapat mengungkap dengan cepat proses transaksi prostitusi daring melalui percakapan grup di aplikasi pertemanan. 

 

Komisioner Komnas Perempuan Adriana Venny mengatakan sejak awal posisi Komnas Perempuan dalam kasus yang menjerat VA dan lainnya jelas, bahwa azas praduga tak bersalah. Hal seperti ini harus juga diterapkan dalam setiap kasus prostitusi. 

 

Venny juga mengatakan bahwa Komnas Perempuan selalu meminta aparat untuk lebih dulu melihat kasus-kasus yang lebih banyak menimpa perempuan dari sisi perdagangan manusia (traficking). Jika, memang perekrutan terjadi maka perlu dilihat tujuannya apa, apakah ada unsur penipuan. 

 

Dan perlu pula dilihat jika ternyata pelaku prostitusi ini masih di bawah umur maka harus digunakan Undang-Undang Perlindungan Anak. Dengan demikian, menurut dia, perempuan tidak selalu menjadi pihak yang paling dirugikan.*



Baca juga: MUI apresiasi pengungkapan prostitusi daring

Baca juga: Polda Jatim periksa mantan finalis Puteri Indonesia

Baca juga: Artis di pusaran bisnis pelacuran


 

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019