• Beranda
  • Berita
  • AII minta Polri proaktif terhadap kasus Baiq Nuril

AII minta Polri proaktif terhadap kasus Baiq Nuril

25 Januari 2019 21:09 WIB
AII minta Polri proaktif terhadap kasus Baiq Nuril
Terpidana kasus pelanggaran UU ITE Baiq Nuril berjalan usai menjalani sidang perdana pemeriksaan berkas memori PK di Pengadilan Negeri Mataram, NTB, Kamis (10/1/2019). Baiq Nuril optimis alasan pengajuan PK terkait pasal kekhilafan atau kekeliruan hakim Mahkamah Agung dalam memberikan putusan kasasinya akan diterima oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mataram. ANTARA FOTO/Dhimas B. Pratama/pras.
Jakarta (ANTARA News) - Amnesty International Indonesia (AII) meminta Kepolisian Republik Indonesia untuk mengambil langkah proaktif dengan meninjau kembali keputusan penghentian penyelidikan kasus pelecehan seksual terhadap Baiq Nuril.

"Langkah ini penting dilakukan untuk menghindari persepsi publik bahwa kepolisian bertindak berat sebelah dalam menangani kasus tersebut," ujar Direktur AII Usman Hamid di Jakarta, Jumat.

Usman mengatakan Polri harus memerintahkan Kepolisian Daerah NTB untuk melanjutkan perkara tersebut ke tingkat penyidikan.

Pada 22 Januari 2019, Polda NTB menerbitkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) atas laporan Baiq Nuril pada 19 November 2018. 

"Dari dokumen SP2HP tersebut, polisi mengatakan bahwa pihaknya belum mendapati atau menemukan peristiwa pidana atas perbuatan cabul yang diduga dilakukan terduga pelaku terhadap Nuril," ujar Usman. 

Menurut Usman penolakan laporan tersebut menjadi indikator gagalnya Kepolisian Daerah NTB dalam melindungi dan berpihak pada korban pelecehan seksual.

Dokumen SP2HP kepada Nuril juga tersebut menyatakan peristiwa pelecehan seksual yang dialami Nuril belum didukung oleh saksi-saksi yang melihat, mendengar dan mengetahui kejadian tersebut, kata Usman. 

Usman kemudian mengatakan seharusnya polisi menelusuri apakah yang berbicara di rekaman tersebut adalah terduga pelaku yang dilaporkan Nuril dan apakah ujaran verbal terduga pelaku kepada Nuril termasuk pelecehan seksual.

"Yang lebih aneh, polisi mengatakan kepada penasehat hukum bahwa tindakan terduga pelaku tidak termasuk dalam kategori pelecehan seksual karena tidak terjadi kontak fisik antara mereka berdua," tambah Usman.

Pernyataan Polda NTB terkait kategori pelecehan tersebut dikatakan Usman dapat menjadi alasan perlu adanya revisi terhadap undang-undang terkait, untuk memperluas defenisi pelecehan seksual yang juga memuat tindakan verbal ataupun tertulis.

Baca juga: Akademisi: Keputusan MA terhadap Baiq Nuril jauh dari keadilan
Baca juga: Respon Presiden atas kasus Baiq Nuril dinilai tepat



 

Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019