• Beranda
  • Berita
  • Pasigala Centre minta rekonstruksi pascabencana Sulteng berlandaskan mikro-zonasi

Pasigala Centre minta rekonstruksi pascabencana Sulteng berlandaskan mikro-zonasi

30 Januari 2019 22:45 WIB
Pasigala Centre minta rekonstruksi pascabencana Sulteng berlandaskan mikro-zonasi
Warga mengidentifikasi lokasi huniannya di peta zona rawan bencana Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala (Pasigala) di Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (8/1/2019). Peta yang sudah disetujui oleh Bappenas, Kementerian PUPR, BMKG dan sejumlah lembaga teknis lainnya itu memuat kawasan-kawasan yang rawan bencana dan akan menjadi acuan untuk penyusunan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) serta mitigasi bencana di tiga kota dan kabupaten di Sulawesi Tengah itu. yang pada 28 September 2018 lalu dilanda bencana gempa, likuifaksi, dan tsunami. ANTARA FOTO/Basri Marzuki/wsj)
Palu  (ANTARA News) - Pasigala Centre menyatakan penggunaan lahan (land use planning) dalam rencana rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana di tiga kabupaten dan satu kota di Sulawesi Tengah harus berlandaskan mikro-zonasi.

"Kita menolak penetapan `land use planning` bila tidak ada rencana mikro-zonasi. Sebab itu berpotensi pada timbulnya masalah hak keperdataan dan mitigasi bencana," ujar Sekjen Pasigala (Palu Sigi Donggala) Centre Andika di Palu, Rabu.

Karena itu, kata Andhika, Pasigala Centre menolak rehabilitasi dan rekonstruksi di wilayah Palu, Sigi, Donggala, dan Parigi Moutong tanpa ada peta mikro zonasi dan penanda titik rawan bencana secara spesifik.

Menurut dia, penetapan zonasi dengan kategori tingkat kerawanan, berdasarkan indeks berbasis warna, itu telah menciptakan keresahan di tingkat masyarakat termasuk warga yang terdampak langsung bencana gempa, tsunami dan likuifaksi.

Selain itu, peta dengan skala 1:250.000, bagi dia, belum detail. Yang dibutuhkan, urai dia, mikro zonasi dalam peta skala 1:5.000, sehingga bisa lebih detail.

"Kita butuh peta dengan skala yang lebih detail, menjelaskan posisi kerawanan. Misalnya lokasi potensi likuifaksi yang tidak boleh dibangun, rawan longsor, patahan, tsunami dan lain-lain. Bukan indeks warna makro yang tidak informatif seperti sekarang ini," sebut Andika.

Peta yang digunakan dalam penanggulangan pascabencana Sulteng saat ini, bagi Pasigala Centre, tidak memberikan informasi yang detail kepada masyarakat.

Selain itu, Andhika mengutarakan, penjelasan tingkat kerawanan itu tidak boleh hanya sekedar berakhir pada informasi peta.

Tetapi, sebut dia, harus ada proses diskusi intensif dan massif melibatkan ahli geologis, pakar hukum, dan perencana untuk menjelaskan pada warga korban untuk menemukan solusi terbaik dan diimplementasikan.

"Peta dengan skala yang lebih kecil merupakan kebutuhan mendesak. Jadi kami menolak penetapan land use planning tanpa itu," tegas Andhika.

Baca juga: Kementerian PUPR targetkan hunian bagi korban bencana Sulteng rampung Februari 2019
Baca juga: Kemensos kembali salurkan Rp2,9 miliar bantuan ke Sulteng

Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019