Mengedepankan tema keluarga, film ini berkisah tentang Amang (ayah) dari tiga anak yang berusaha sekuat tenaga agar mereka meraih kesuksesan kelak.
Kehidupan di dunia modern yang sibuk membuat anak-anak jadi mengabaikan sang Amang dan melupakan adat istiadat.
Amang pun menggunakan cara yang tidak biasa agar anak-anaknya kembali saling mengasihi dan menyanyangi orangtua.
Pesan moral yang akan diangkat dalam film ini, kata produser Jufriaman Saragih, adalah selalu menyayangi orangtua meski sudah dibuai kesuksesan.
Meski budaya Batak diangkat di film ini, bukan berarti "Horas Amang" cuma bisa dinikmati oleh suku tertentu.
"Film ini bukan cuma untuk orang Batak, tapi untuk semua orang," kata Jufri dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis.
Karakter yang ditampilkan di "Horas Amang" tidak melulu orang Batak, ada juga Dodi Epen Cupen dari Papua.
"Horas Amang" diangkat dari kisah berjudul sama yang dipentaskan oleh Teater Legiun pada 2016.
Baca juga: Ketika drama korea dipentaskan dalam balutan budaya Batak
Baca juga: Teater Legiun, berlakon sambil beramal
Naskah filmnya ditulis oleh Ibas Aragi, sutradara dan penulis dalam pementasan tersebut.
Mengadaptasi naskah teater menjadi skenario film terasa menantang karena Ibas yang harus memangkas versi 4 jam menjadi versi 1,5 jam.
"Saya ingin menyoroti generasi muda yang sekarang ini banyak yang sudah tidak menghargai akar budaya masing-masing," tutur Ibas.
Film yang disutradarai Irham Acho Bachtiar dan Steve Wantania ini akan mulai diproduksi pada awal Februari di pulau Samosir dan danau Toba di Sumatera Utara dan Jakarta.
Kekhasan budaya Batak juga bakal diperlihatkan lewat lagu-lagu termasuk "Anakku Naburju", musik Gondang dan dialog-dialog berlogat Batak.
"Horas Amang" rencananya tayang pada pertengahan 2019.
Baca juga: Atiqah Hasiholan dalami budaya Batak untuk "Pariban Idola dari Tanah Jawa"
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2019