"Indeks persepsi korupsi Indonesia pada 2018 dari skala nol hingga 100 adalah 38, sedangkan di 2017 indeks persepsi Indonesia adalah 37, kita hanya naik satu peringkat," ujar Syarif ketika memberikan paparan dalam seminar nasional yang digelar di Gedung Lemhanas Jakarta, Sabtu.
Syarif memaparkan untuk wilayah Asia dan Asia Pasifik, Singapura menempati posisi tertinggi dengan nilai indeks 85, sementara Malaysia memiliki nilai indeks 45.
"Di tahun 1999 indeks persepsi korupsi Indonesia memang hanya 17, namun hingga 2018 kita hanya mencapai 38 dan posisi Indonesia berada jauh di bawah Singapura dan Malaysia," jelas Syarif.
Lebih lanjut Syarif memberi contoh kondisi yang menyebabkan indeks persepsi korupsi di Indonesia masih sangat rendah.
"Salah satu penyebab indeks persepsi korupsi di Indonesia adalah adanya sistem politik berupa mahar politik," ujar Syarif.
Mahar politik diduga menjadi salah satu pemicu korupsi, karena jumlahnya yang dinilai sangat tinggi oleh KPK, sehingga memicu sejumlah kepala daerah terpaksa melakukan korupsi untuk menutup biaya mahar politik.
"Dalam empat tahun terakhir KPK sudah melakukan tangkap tangan terhadap 103 bupati dan walikota yag sebagian besar diusung partai politik," jelas Syarif.
Syarief mengungkapkan KPK mencatat sebagian besar kepala daerah yang diusung oleh partai politik dan harus memenuhi mahar politik, melakukan tindak pidana korupsi dengan melakukan sejumlah rekayasa pengadaan barang dan jasa.
Baca juga: Menteri Bappenas: Akar korupsi adalah sistem yang sulit
Baca juga: Pemerintah respons soal Indeks Persepsi Korupsi Indonesia naik tipis
Baca juga: Indeks Persepsi Korupsi Indonesia naik tipis
Baca juga: Indeks Persepsi Korupsi
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019