Salah satu contoh kebijakannya yang tidak populer adalah menaikkan tarif masuk ke Taman Nasional Komodo (TNK) mencapai 500 Dolar AS bagi wisatawan mancanegara serta 100 Dolar AS bagi wisatawan Nusantara, serta berencana menutup TNK bagi wisatawan selama setahun.
Ketika wacana kenaikan tarif nasuk ke TNK ini terus menggelinding, banyak paket wisata ke objek wisata purba raksasa itu terpaksa dibatalkan.
Para pelaku wisata di Labuan Bajo, Ibu Kota Kabupaten Manggarai Barat di Pulau Flores, menjadi kecewa berat, karena uang yang harusnya masuk ke saku dari kunjungan paket wisata ke Komodo, justru melayang begitu saja.
Fenomena yang dihadapi para pelaku wisata di Labuan Bajo itu tampaknya dilihat dengan apatis oleh Gubernur Laiskodat yang terlihat dari kegigihannya untuk menaikan tarif masuk tersebut.
Dengan sikap enteng Gubernur Laiskodat menegaskan jika ada penolakan dari wisman, maka ia meminta agar wisman yang menolak itu tak boleh datang berwisata di TNK.
"Kalau dia (wisatawan, red) merasa mahal tidak usah datang. Kalau tidak ada uang jangan datang berlibur di sini," katanya menegaskan.
Terus apa alasannya untuk menaikkan tarif masuk ke TNK tersebut, karena komodo (varanus komodoensis) hanya ada di NTT. Tak ada pemandangan yang indah seelok di TNK, dan tak ada komodo di dunia lain, selain di Nusa Tenggara Timur.
Baginya, komodo adalah binatang purba langka raksasa yang satu-satunya di dunia ada di Flores, NTT. Karena langkanya itu maka sangat wajar kalau tiket masuknya juga harus mahal.
Gubernur Laiskodat juga mencontohkan kawasan termahal di Bhutan, Nepal. Setiap wisawatan wajib mengeluarkan 250 Dolar AS jika masuk ke kawasan wisata tersebut. Dan wisatawan tetap masuk ke sana. Kenapa TNK tidak diberlakukan demikian? Begitu alasannya.
"Saya yakin banyak wisatawan asing tetap berdatangan ke TNK meski tarif masuknya dinaikkan. Turis asing ingin mengetahui sesuatu yang langka dan unik, sehingga saya tetap optimis bahwa jumlah kunjungan ke TNK tetap akan tinggi meski harganya mahal," kata Laiskodat.
Wacana seputar kenaikan tarif ke TNK itu memang belum diputuskan, karena pemerintahannya masih terus bernegosiasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kependudukan untuk mengelola bersama taman nasional yang dihuni sekitar 3.000-an ekor binatang purba komodo itu.
Bupati Manggarai Barat Agustinus Ch Dula merasa tidak masalah kalau pengelolaan TNK berada di bawah kendali pemerintahan Provinsi Nusa Tenggara Timur, namun yang dikhawatirkan jangan sampai membuat TNK bertambah rusak.
Karena itu, perlu dilakukan suatu kajian yang mendalam terhadap pengelolaan TNK tersebut agar nama besar komodo jangan sampai punah seiring dengan pengelolaan tersebut.
Ketika wacana kenaikan tarif itu sedang berproses, Gubenur Laiskodat mengelindingkan isu penutupan Taman Nasional Komodo (TNK) bagi para wisatawan dengan alasan pemulihan bagi rusa yang menjadi mangsanya komodo.
Namun, Gubernur NTT kemudian membantahnya bahwa tidak semua kawasan wisata dalam TNK ditutup untuk wisatawan, tetapi hanya Pulau Komodo.
"Rencana penutupan (TNK) ini hanya khusus di Pulau Komodo saja. Kan, masih ada Pulau Rinca, Pulau Padar dan lainnya yang bisa dikunjungi, karena di pulau-pulau kecil itu juga ada komodonya (varanus komodoensis)," katanya menegaskan.
Baginya, pentupan Pulau Komodo perlu dilakukan untuk tujuan pembenahan, terutama berkaitan dengan keberlangsungan hidup satwa purba raksasa itu. "Tampaknya perlu dilakukan rekayasa genetika agar populasi satwa komodo tidak semakin berkurang seiring perjalanan waktu," katanya.
JK tidak Sependapat
Wakil Presiden Jusuf Kalla tampaknya tidak sependapat dengan keinginan Gubernur Laiskodat untuk menutup TNK bagi wisatawan selama setahun hanya untuk sebuah pemulihan.
"Jangan lupa, dikunjungi dan tidak dikunjungi (rusa) perlu makan. Jadi memang bisa saja, ini benar perlu makan rusa, kambing itu. Pertanyaannya, apa perlu dikembangbiakkan di situ atau dibawa ke tempat lain dulu baru ke situ?" ujar Wapres JK.
Viktor Laiskodat mengungkapkan rencananya menutup sementara TNK meningkatkan jumlah populasi rusa yang menjadi makanan utama komodo. Postur komodo yang kian mengecil juga menjadi alasan Laiskodat merencanakan penutupan itu.
Selain itu, pemerintahannya akan menata Taman Nasional tersebut supaya habitat komodo menjadi lebih berkembang. "Tapi pandangan ibu Menteri Lingkungan Hidup, secara pribadi beliau sangat setuju karena kita ingin agar ada revitalisasi Pulau Komodo," kata Laiskodat.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar sebagai pihak yang memegang otoritas pengelolaan kawasan Taman Nasional Komodo saat ini sedang mempelajari wacana yang sedang dimainkan oleh Gubernur NTT Viktor Laiskodat itu.
Untuk itu, Menteri Siti Nurbaya mempersilahkan Pemprov NTT untuk berdiskusi dengan KLHK guna membahas wacana yang sedang digulirkan tersebut.
"Saya minta Direktur Jenderal (Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem/KSDAE) memeriksa, karena pertama, otoritas tentang kawasan konservasi itu sepenuhnya ada di pusat. Jadi, kalau pemerintah daerah punya gagasan, nanti kita diskusikan, lalu kita akan lihat inti-intinya apa yang dipersoalkan," tutur Menteri Siti Nurbaya.
Bonne Reza, salah seorang pelaku wisata di Labuan Bajo mengatakan wacana penutupan objek wisata TNK yang digulirkan Gubernur NTT Viktor Laiskodat sebagai ide gila.
"Kalau objek wisata TNK ditutup, maka hal itu akan berimbas pada kedatangan wisatawan ke Labuan Bajo. Kalau tidak ada wisatawan yang datang maka denyut nadi sektor pariwisata di Manggarai Barat akan berhenti total," katanya menegaskan.
Berdasarkan data yang disampaikan Balai Taman Nasional Komodo, populasi komodo relatif stabil, meski sempat turun. Tahun 2017 jumlah binatang purba itu mencapai sekitar 2.762 ekor, sementara pada 2016 berjumlah 3.012 ekor.
Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya menyebut isu penutupan Taman Nasional (TN) Komodo tidak relevan untuk industri pariwisata.
Wapres Jusuf Kalla juga menyatakan sikapnya dengan jelas terkait usulan penutupan TN Komodo yang dianggapnya tidak relevan.
Di samping itu industri pariwisata pun menolak dan keberatan dengan rencana menutup sementara TN Komodo guna meningkatkan jumlah populasi rusa yang menjadi makanan utama komodo.
"Dalam bisnis, terutama service, kepastian jadi hal utama. Kalau ada isu ditutup, travel agent dan travel operator tidak ada yang berani bergerak. Mengerti enggak itu? Karena kalau dia bergerak mengiklankan ujug-ujug ditutup, bagaimana? Siapa yang mau tanggung jawab? Itu untuk ditutup," kata Arief.
Pelaku industri pariwisata sangat membutuhkan kepastian dalam menjalankan usahanya, sehingga isu penutupan destinasi jelas akan mengganggu kinerja sektor pariwisata secara langsung.
"Untuk dinaikkannya tiket yang tadinya setara dengan 10 Dolar AS menjadi 500 Dolar AS, kamu jadi travel agent, travel operator, berani tidak jual ke orang lain? Tidak berani. Hal ini berpotensi akan berdampak luas terhadap keberlangsungan industri pariwisata," katanya.
Menpar menegaskan, tidak akan ada penutupan Taman Nasional Komodo karena kewenangan untuk itu ada di Pemerintah pusat. "TN Komodo harus tetap menjadi aset pariwisata Indonesia tanpa mengabaikan isu kelestarian di dalamnya," ujar Menpar Arief Yahya.*
Baca juga: Populasi komodo di TNK masih stabil
Baca juga: Menpar sebut isu penutupan TN Komodo tidak relevan bagi pariwisata
Baca juga: KLHK: Penutupan kawasan Taman Nasional Komodo masih dalam pembahasan
Pewarta: Laurensius Molan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019