Pro-kontra RUU permusikan

3 Februari 2019 23:09 WIB
Pro-kontra RUU permusikan
Vokalis grup band Kidnap Katrina Anang Hermansyah beraksi pada acara "90's Festival" di JIEXPO Kemayoran, Jakarta, Sabtu (10/11/2018). (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/hp.)
Jakarta (ANTARA News) - Meski di publik terlihat "adem ayem", Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Permusikan kini menjadi perbincangan hangat di kalangan pemusik, artis dan pihak-pihak yang terkait dengan dunia hiburan.

Sudah cukup lama mencuat wacana perlunya ada undang-undang yang khusus mengatur tentang permusikan di Indonesia. Pengagasnya adalah para anggota DPR yang memiliki komitmen dengan perkembangan permusikan nasional.

Di antara para penggagas RUU ini adalah anggota DPR yang berlatar belakang pemusik atau seniman. Mereka "getol" (giat) memperjuangkan RUU ini.

Salah satunya adalah Anang Hermansyah. Blantika musik nasional tentu mengenalnya sebagai musisi yang punya nama dan karya membahana.

Sejak awal menjadi anggota DPR RI, Anang berada di Komisi X. Komisi ini, antara lain, membidangi pendidikan dan kebudayaan, cocok dengan talentanya di bidang musik dan panggung hiburan yang digelutinya selama ini.

Karena itu, tampaknya selama satu periode (2014-2019) Anang "betah" di komisi ini. Partainya tampaknya melihat latar belakang sebagai Anang sebagai pemusik tentu merupakan kekuatan dalam menyikapi persoalan permusikan.

Dalam suasana menjelang akhir masa tugas sebagai anggota parlemen, Anang bersama para penggagas RUU Permusikan terus berjuang meyakinan para anggota DPR lainnya agar mempercepat penyelesaian RUU ini. Kalau bisa diselesaikan, tentu ini merupakan kado bersejarah buat dunia musik nasional.

Jalan panjang sudah dilewati RUU Permusikan; dari sekedar wacana, kemudian menjadi rencana dan akhirnya menjadi draf RUU. Agak perlahan, tetapi kini RUU Permusikan mulai menapaki baru dengan pembahasan demi pembahasan.

Komisi X DPR RI yang antara lain membidangi pendidikan dan kebudayaan berperan besar untuk menyiapkan draf RUU ini. Penyerapan aspirasi, masukan dan saran tentu terus dilakukan untuk memperkaya isi RUU ini.

Pada Sabtu, 17 Februari 2018, Anang mengemukakan, Komisi X DPR mengintensifkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Permusikan. Saat itu pembahasan RUU Permusikan ditargetkan bisa disahkan tahun 2018.

RUU ini merupakan wujud perjuangan Komisi X untuk menyejahterakan kehidupan musisi Tanah Air. Anang yang juga dikenal sebagai vokalis dan juga penulis lagu ternama mengatakan, nasib musisi Tanah Air dewasa ini belum terjamin kesejahteraannya.

Banyak musisi yang sudah menelurkan karya-karya yang dinikmati sepanjang masa, tapi nasibnya suram karena rendahnya penghargaan atas karya mereka. Idealnya, seorang musisi bisa tetap terjamin masa depannya dari hasil karya ciptaannya yang bisa lestari dan dinikmati berbagai generasi.

Namun, kenyataannya, pebisnis musik yang lebih banyak sejahtera dibandingkan pencipta karyanya. Atas dasar keinginan memperbaiki situasi tersebut, Anang pun gigih memperjuangkan adanya RUU ini.

Selain mengatur seputar standar penghargaan terhadap seniman, akan turut dibahas pula dalam RUU ini seputar ekosistem musik serta pendidikan musik yang ideal demi regenerasi.



Masa Bakti

Namun target dan harapan agar DPR menyelesaikan pembahasan RUU Permusikan tidak terwujud pada 2018. Target dan harapan itu ada pada 2019.

Jalan untuk menyelesaikan RUU tentang Permusikan kini terbuka luas. Ini karena RUU tersebut telah masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2019 dan diharapkan DPR RI dapat menyelesaikannya sebelum masa baktinya berakhir pada 1 Oktober mendatang.

Meski RUU Permusikan masuk dalam daftar RUU prioritas tahun 2019, namun untuk penyelesaiannya dikhawatirkan terkendala waktu.mengingat masa kerja DPR periode 2014-2019 bakal berakhir delapan bulan ke depan. Jika RUU ini belum selesai pembahasan, maka DPR periode 2019-2024 yang akan melanjutkan pembahasannya.

Anang Hermansyah berharap RUU Permusikan dapat disahkan di sisa masa kerja DPR periode 2014-2019. Tetapi jika delapan bulan ke depan belum tuntas, maka diharapkan anggota DPR periode mendatang yang berasal dari kalangan musisi dapat melanjutkan kerja besar ini.

Karena itu, dia berharap figur musisi yang ambil bagian dalam Pemilu 2019 bisa lolos ke Senayan dan dapat melanjutkan pembahasan RUU Permusikan. Musisi-politisi seperti Ahmad Dhani, Giring, Ifan Seventeen dan teman-seniman lainnya diharapkan lolos dalam Pemilu 2019 agar meneruskan pembahasan RUU Permusikan di DPR.

Bagi Anang yang juga musisi asal Jember ini menyebutkan RUU Permusikan menjadi payung hukum bagi siapa saja yang bergelut menjadi musisi. Regulasi tersebut akan memberi proteksi kepada para musisi.

Apalagi bagi generasi milennial, musik menjadi salah satu hobi yang paling diminati. Karena itu, tugas negara menyiapkan regulasi yang memberi proteksi kepada profesi musisi.



Keberatan

Kini RUU tentang Permusikan telah masuk program prioritas tahun 2019. Namun, terbukanya jalan bukan berarti akan mulus untuk bisa segera diselesaikan.

Perbincangan hangat di kalangan musisi dan pegiat musik sampai pada sikap mendukung dan menolak. Artinya, ada yang memberi dukungan, tetapi ada pula yang tidak mau ada aturan terkait permusikan.

Beberapa musisi yang bergerak secara independen, tidak mendistribusikan karya melalui label rekaman besar, telah menyatakan menolak RUU Permusikan. Hal itu karena RUU ini dianggap menghambat dan membatasi kreasi mereka.

Agustinus Panji Mardika, peniup terompet yang tergabung dalam grup Pandai Besi dan Efek Rumah Kaca berpendapat RUU tersebut merugikan karena membatasi proses kreasi. Pasal-pasal yang terkandung di dalamnya menimbulkan multitafsir akibat parameter yang digunakan tidak jelas.

Misalnya, pasal tentang sertifikasi musisi yang harusnya bersifat opsional, tapi di RUU ini seakan-akan menjadi syarat wajib untuk kompetensi sebagai musisi.

Dia juga menyoroti pasal yang berkaitan dengan penyelenggaraan musik. Disebutkan bahwa penyelenggaraan musik hanya bisa melalui lembaga yang memiliki izin.

Dikhawatirkan akan terjadi monopoli karena terkesan harus menggandeng "event organizer" atau pembuat acara musik untuk menyelenggarakan sebuah pertunjukan.

Sebanyak 53 musisi yang mayoritas bergerak secara independen antara lain Mondo Gascaro, Danilla Riyadi dan Cholil Mahmud juga menolak RUU tersebut karena dinilai membatasi proses kreatif. RUU ini dianggap tumpang-tindih dengan undang-undang lain seperti UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan UU Hak Cipta.

Bagi Danilla, kalau ingin musisi sejahtera, sebetulnya sudah ada UU Perlindungan Hak Cipta dan lain sebagainya dari badan yang lebih mampu melindungi. Jadi untuk apa lagi RUU Permusikan ini.

Para musisi menilai terdapat sekitar 19 pasal yang bermasalah. Mulai dari ketidakjelasan redaksional atau bunyi pasal hingga ketidakjelasan mengenai siapa dan apa yang diatur hingga persoalan mendasar atas jaminan kebebasan berekspresi dalam bermusik.

Mereka menilai peraturan ini dapat memarjinalisasi musisi independen. Pasal 10 yang mengatur distribusi karya musik tidak memberikan ruang kepada musisi untuk mendistribusikan karya secara mandiri.

Jason Ranti juga menilai ketentuan untuk mendistribusikan karya berdasarkan RUU tersebut hanya dapat dilakukan oleh industri besar. RUU ini dinilai tidak memperhatikan fakta yang terjadi di lapangan bahwa banyak musisi yang tidak tergabung dalam label atau distributor besar.

RUU Permusikan telah masuk daftar prioritas tahun 2019. DPR berencana dapat menyelesaikannya di sisa masa kerja DPR periode 2014-2019 pada 1 Oktober mendatang.

Selesaikah?*


Baca juga: Musisi indie tolak RUU Permusikan

Baca juga: Pengamat minta RUU Permusikan dikaji ulang

Baca juga: Kata Armand Maulana soal RUU Permusikan


 

Pewarta: Sri Muryono
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019