"Kami lihat, kami juga tidak bisa kalau kasus-kasus yang memang bisa diselesaikan proses yudisial, kenapa tidak, tetapi kalau memang sulit untuk dilakukan penyelesaian yudisial, kenapa itu tidak kita selesaikan melalui proses nonyudisial," kata juru bicara BPN Prabowo-Sandi, Ansori Sinungan, dijumpai saat diskusi membedah visi misi capres cawapres terkait HAM di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu.
Menurut dia, pendekatan yudisial atau nonyudisial akan dikembalikan kepada keinginan masyarakat serta para pihak terkait dalam menyelesaikan pelanggaran HAM berat.
Ansori menilai tidak hanya perkara dua opsi tersebut, yang menentukan terselesaikannya kasus pelanggaran HAM berat adalah kemauan politik pemimpin negara.
"Kalau mau diselesaikan sekarang sudah bisa diselesaikan, tapi ada tidak kemauan untuk menyelesaikan," ucap dia.
Sebagai bangsa yang cinta damai dan berlandaskan Pancasila, ia yakin pemerintah Indonesia ke depan dapat menyelesaikan permasalahan yang menjadi utang pemerintah untuk diselesaikan itu.
"Yang penting kita jangan lagi melihat ke belakang, tetapi kita melihat ke depan untuk penyelesaian masalah," ucap Ansori.
Dalam acara sama sehari sebelumnya, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Arsul Sani, mengatakan capres Joko Widodo mendorong selain opsi penyelesaian yudisial, juga skema penyelesaian non yudisial yang bentuknya dapat didiskusikan bersama.
Opsi nonyudisial tersebut lantaran terdapat resistensi dari kekuatan politik apabila pemerintah mengedepankan pendekatan yudisial sehingga tidak mudah untuk ditempuh.
Apabila pemerintah berkeras penyelesaian pelanggaran HAM berat dilakukan dengan jalur yudisial, dikhawatirkan terdapat gangguan pada jalannya pemerintahan.
Baca juga: Komnas dan organisasi peduli HAM diminta pertimbangkan pendekatan nonyudisial
Baca juga: TKN: Penyelesaian pelanggaran HAM akan lebih progresif
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019