Jakarta (ANTARA News) - Direktur Utama PT Brahma Adhiwidia, Bilyani Thania mengatakan pihaknya sebagai korban penipuan oleh pengembang Lumina mengharapkan pelaku segera divonis agar tidak ada lagi pengembang properti melakukan penipuan terhadap pembeli.
"Kami percaya keadilan bisa ditegakkan agar tidak ada lagi korban-korban penipuan dari pengembang nakal," kata Yani di Jakarta, Kamis.
Kasus ini berawal dari pembelian kavling 2.000 meter persegi di lantai 7 dan 8 Lumina Tower, Kuningan Place Jakarta, pada November 2011 yang telah dibayar lunas oleh perusahaan dalam hal ini PT Brahma Adhiwidia.
"Kami saat itu berencana untuk memindahkan kantor ke kawasan Kuningan Jakarta Selatan," ujarnya.
Permasalahannya, kata Yani, sejak pembelian sampai saat ini perusahaan belum juga menerima sertifikat dari pengembang sehingga ruang kantor tersebut tidak bisa digunakan oleh konsumen.
Persoalan lain yang mencuat adalah Kuningan Place yang dipasarkan Direktur Utama PT Kemuliaan Megah Perkasa (KMP) bersama area komersial ternyata izin peruntukan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah hunian, kata dia.
Kasus ini sudah dibawa ke pengadilan tindak pidana penipuan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan terdakwa Direktur Utama PT KMP Yusuf Valent.
Dalam sidang terakhir, Rabu (13/2), berdasarkan keterangan saksi Yuli Astuti, staf Bidang Pengawasan Bangunan Dinas Cipta Karya DKI Jakarta, diungkapkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Kuningan Place diterbitkan tahun 2008 oleh Dinas P2P DKI Jakarta yang dilengkapi dengan gambar maket. IMB Nomor 7404 itu adalah untuk hunian dan fasilitasnya,
Yuli menyebutkan, perubahan fungsi itu diketahui setelah dilakukan pengawasan lapangan pada tahun 2015. "Kami sudah melakukan tindakan dan meminta developer untuk melakukan perubahan IMB," kata Yuli.
Namun, Direktur Utama PT KMP Yusuf Valent, pengembang Kuningan Place, bersama Indri Gautama tetap menawarkan area Lumina Tower sebagai lokasi kantor komersial senilai Rp34,6 miliar kepada konsumen.
Padahal korban tetap wajib membayar biaya perawatan sebesar Rp88 juta per bulan, sedangkan disisi lain sampai saat ini perusahaan tidak kunjung bisa menempati gedung tersebut.
Baca juga: Lindungi konsumen, Kementerian PUPR akan tindak pengembang nakal
Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019